Nationalgeographic.co.id—Orang yang menikah umumnya lebih bahagia daripada yang lajang, tetapi para psikolog memperdebatkan temuan ini.
Studi saat ini menemukan bahwa wanita mendapatkan dorongan kebahagiaan sebelum pernikahan, dan pria setelah itu, tetapi itu tidak bertahan lama. Pernikahan yang bahagia dibangun oleh pasangan bahagia yang memiliki harapan realistis tentang kehidupan masa depan mereka bersama.
Beberapa dekade penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang menikah rata-rata lebih bahagia dan lebih sehat daripada mereka yang tidak menikah. Namun, para peneliti masih memperdebatkan alasannya.
Salah satu penjelasannya adalah bahwa pernikahan menyebabkan hasil kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik. Pasangan memberikan dukungan satu sama lain dengan cara yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh teman atau anggota keluarga. Dan hanya mengetahui bahwa Anda memiliki seseorang untuk diandalkan dapat memberi kekuatan untuk menghadapi tantangan dalam menjalani kehidupan.
Pasangan yang sudah menikah juga mendorong pasangannya untuk menjalani hidup sehat. Misalnya, kebiasaan makan dan minum yang tidak teratur yang sering menjadi bagian dari gaya hidup lajang dapat merusak kesehatan mental dan fisik dalam jangka panjang.
Penjelasan lain adalah pernikahan memilih orang yang sudah sehat dan bahagia. Lagi pula, lebih mudah untuk menarik pasangan jika Anda memiliki kepribadian yang menyenangkan dan ketampanan yang cukup. Demikian pula, orang yang kesehatannya buruk atau yang menderita gangguan mental lebih kecil kemungkinannya untuk menikah, dan ini saja bisa menjadi alasan pengamatan bahwa orang yang menikah secara umum lebih bahagia daripada mereka yang lajang.
Apakah Pernikahan Menyebabkan atau Memilih Kebahagiaan?
Untuk mengeksplorasi lebih lanjut pertanyaan apakah pernikahan menyebabkan atau memilih untuk kesehatan dan kebahagiaan, psikolog Universitas Denver Charlie Huntington dan rekan melakukan penelitian yang mengikuti 168 individu yang akan segera menikah melalui transisi mereka ke dalam kehidupan pernikahan. Hasil penelitian ini baru-baru ini dilaporkan dalam Journal of Family Psychology.
Para peserta disurvei setiap empat bulan selama rentang waktu hampir dua tahun. Setiap kali, mereka menjawab pertanyaan yang menilai kesehatan umum, penggunaan alkohol, kepuasan hidup, dan tekanan psikologis. Dengan cara ini, para peneliti dapat mendeteksi perubahan kesehatan fisik dan mental pada waktu menjelang hari pernikahan serta waktu setelahnya.
Perubahan kesehatan umum dan penggunaan alkohol serupa untuk pria dan wanita. Secara khusus, kesehatan umum mereka meningkat selama bulan-bulan sebelum pernikahan tetapi kemudian menurun pada bulan-bulan sesudahnya. Dan sebaliknya, penggunaan alkohol mereka menurun sebelum menikah tetapi kemudian meningkat setelahnya.
Baca Juga: Ratu Victoria dari Inggris Pelopor Kue Pengantin Bertingkat Abad Ke-19
Source | : | psycology today |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR