Contohnya adalah pembelian karya oleh museum pagelaran atau pameran-pameran. Penentu nilai fundamental di sini adalah yang memiliki pengetahuan seperti konservator, kolektor, kurator, sejarawan, kritikus, dan makelar seni.
Berikutnya ada nilai ekonomi karena sejatinya memiliki harga yang bisa sejajar dengan nilai mata uang, terang Mikke.
"Jadi ini prinsip ekonomi. Sejatinya, nilai ekonomi paralel dengan nilai pasar. Bergantung pada kesediaan konsumen membayar harga yang ditentukan oleh penjual. Artinya, nilai ekonomi bisa menjadi bagian dari nilai-nilai lainnya," lanjutnya.
Contohnya beberapa produk fashion Louis Vuitton yang bekerja sama dengan seniman tersohor, yang mengakibatkan harganya bisa sangat mahal. Tahun ini perusahaan itu merilis tas edisi terbatas yang dirancang Yayoi Kusama dengan harga mendekati dua triliun rupiah.
Karena karya seni memiliki banyak unsur di dalamnya, seperti alat atau wadah, komposisi, dan teknis yang digunakan, perlu juga menyadari nilai kritis sebagai cara memandangnya. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi nilai-nilai objektif yang ada di dalam suatu karya.
Terlebih, bila suatu karya ini dibuat oleh seniman maestro yang punya ciri khas khusus sehingga membuatnya sangat bernilai untuk dikoleksi.
Belum lagi cara pandang nilai simbolik ketika ide menjadi bagian di dalamnya. Mikke mengutarakan, nilai ini juga bergantung pada cara pandang orang yang mengapresiasinya, termasuk di dalamnya adalah prestise pemilik benda atau koleksi.
Mikke berpendapat, jika cara pandang ini menjadi faktor betapa nilainya suatu karya seni, perdebatan cara pandang pastinya akan terjadi seperti bagi apa yang dilakukan kolektor NFT pada apa yang dibuat Ghozali Everyday.
"Ini menemukan momentumnya, nilai dan mitos baru. Yang pertama dunia NFT mempertemukan ketidakmungkinan teoritis bahwa tidak semua orang adalah seniman. Artinya, ini menantang para seniman profesional untuk berlaku lebih kreatif tanpa membahayakan nyawa," ujarnya.