Naketi: Tradisi Pemaafan Ala Suku Dawan Dalam Menyelesaikan Masalah

By Tri Wahyu Prasetyo, Rabu, 26 Januari 2022 | 10:00 WIB
Masyarakat suku Dawan (gln.kemdikbud.go.id)

Nationalgeographic.co.id—Di Indonesia kata 'Manusia tak luput dari kesalahan' menjadi templat untuk menyadari ketidaksempurnaan insani. Hal inilah yang kemudian sering menggerakan seseorang untuk melepas rasa dendam atau kecewa terhadap orang lain. Meskipun demikian memaafkan bukanlah perkara mudah bagi orang yang kadung tersakiti. Inilah yang perlu kita pelajari dari tradisi naketi.

Tradisi naketi merupakan salah satu cara bagi suku Dawan Nusa Tenggara timur untuk menyelesaikan suatu masalah atau konflik yang terjadi dalam keluarga.Tradisi ini telah berjalan secara turun-temurun di tengah masyarakat tersebut. 

Pada tahun 2020, Karolina Apriance Tamelab, Wahyuni Kristinawati, dan Jacob Daan Engel melakukan pengkajian pada tradisi naketi. Kajian ini termuat dalam jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Kristen Satya Wacana.

Neketi atau sering juga disebut dengan istilah tahoeb memiliki arti membicarakan atau mencari tahu tentang hal-hal yang menjadi akar suatu masalah. Masyarakat suku Dawan memiliki suatu kesadaran bahwa setiap masalah pasti ada penyebabnya. Melalui tradisi ini masyarakat suku Dawan menjadikan naketi untuk menyelesaikan masalah.

Sebelum masuknya agama di pulau Timor Dawan, naketi biasanya dilakukan secara adat yaitu dengan cara ote naus atau pol teko. Kedua cara tersebut sejatinya memiliki tujuan sama, hanya mediumnya saja yang membedakan. Ote naus menggunakan tombak dan tiang sebagai media dalam naketi, sedangkan pol teko menggunakan telur ayam.

Masuknya agama Kristen dan Katolik ke pulau Timor, secara perlahan merubah naketi dengan cara berdoa. Orang-orang yang memimpin naketi dengan cara berdoa dipercaya oleh masyarakat sekitar memiliki karunia khusus, mereka disebut sebagai tim doa.

“Jadi tim doa tersebut akan diminta oleh individu atau keluarga yang sedang mendapat masalah untuk didoakan dengan tujuan agar mencari tau penyebab terjadinya masalah tersebut dan mendapat petunjuk,” kata Jacob selaku penulis.

Setelah mendapatkan petunjuk, mereka melakukan doa syukur bersama. Keluarga atau individu yang melakukan naketi saling mengungkapkan isi hati dan memaafkan antara satu sama lain. Bilamana kedapatan salah satu dari mereka tidak benar-benar jujur atau tulus dalam mencurahkan isi hati, diyakini mereka akan mendapatkan ‘teguran’ baik secara adat maupun rohani.

Baca Juga: Sains Memaafkan, Belajar Memberi Maaf Baik bagi Fisik dan Mental

Saat peneliti melakukan pengkajian, mereka menemui salah satu kasus yang pernah terjadi dan diselesaikan dengan naketi. Permasalahan datang saat ibu Taupah (nama samaran) merasa tidak dihargai oleh anak asuhnya bernama Mus (nama samaran). Mus tidak pernah menghubungi Taupah selama lima tahun saat dirinya merantau ke NTB. 

Saat diwawancarai oleh peneliti, Taupah mengungkapkan, “Pernah saya marahan dengan Mus.. Dia pergi merantau terus pulang tidak mampir ke sini.. Dari kecil dia di sini sampai dia merantau pulang tidak mampir. Lalu saya sumpahin dia.”

Akibat serapah yang keluar dari  Taupah, membuat Mus jatuh sakit selama satu bulan. Pernyataan itu diketahui dari petunjuk setelah Mus bersama keluarganya melakukan naketi untuk mencari tahu penyebabnya. Melalui petunjuk inilah kemudian Taupah diajak untuk melakukan neketi bersama.

Saat naketi berlangsung, Taupah mengungkapkan kekecewaan bahwa dirinya merasa tidak dihargai oleh Mus.