Inilah Model Pendidikan yang Merdeka bagi Masyarakat Sedulur Sikep

By Tri Wahyu Prasetyo, Kamis, 27 Januari 2022 | 09:00 WIB
Masyarakat Samin atau Sedulur Sikep (nusantaranews.co)

Nationalgeographic.co.id—Melalui pendidikan, manusia menjadi berdaya guna dan bermanfaat bagi sekitar. Celakanya, pendidikan acapkali hanya dimengerti ketika seseorang berhasil menempuh sekolah formal. Berbeda halnya dengan masyarakat Samin, atau kerap disapa sedulur sikep, yang memiliki caranya sendiri dalam menimba ilmu.

Sebutan Samin diberikan kepada mereka yang mengikuti ajaran Samin Surosentika atau Raden Kohar. Memasuki era modern masyarakat Samin lebih suka menyebut dirinya sebagai sedulur sikep.

Studi yang dilakukan oleh Agus Supratikno dan Suwarto Adi, dalam Jurnal Dinamika Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana, mereka melakukan suatu pengkajian terhadap sistem pendidikan anak sedulur sikep. Penelitian ini dilakukan di daerah Sukoliilo, Pati.

Menurut peneliti, pendidikan anak Sedulur Sikep memang sangat sederhana dan mempunyai keterbatasan. Namun apabila ditinjau dengan visi pendidikan Romo Mangun mengenai belajar sejati, Sedulur Sikep sedikit banyak telah merepresntasikannya. Menurut Romo Mangun, belajar sejati adalah belajar yang tidak dibatasi oleh ruang, waktu, dan tempat.

Sedulur Sikep lebih mengutamakan pendidikan kehidupan, daripada hanya sekadar teori. Mereka mengajarkan sistem pendidikan kontekstual, yaitu sesuai dengan latar belakang, keinginan, dan kebutuhan mereka. Hal ini terlihat saat peneliti melakukan wawancara terhadap Gunarti.

“Sekolah adalah sebuah pembelajaran, jadi tidak hanya membaca dan menulis, karena keinginan Sedulur Sikep itu bekerja di sawah, menjadi petani, maka yang dipelajari adalah pertanian,” ucap Gunarti selaku pendiri pendidikan anak-anak keluarga Sikep.

Menjadi petani adalah bagian dari Sedulur Sikep yang mereka hidupi setiap hari. Bagi mereka, sawah adalah guru dan cangkul merupakan alat tulisnya. Kendati demikian, bukan berarti anak-anak Sedulur Sikep tidak mempelajari ilmu-ilmu lainya seperti berhitung dan menulis.

“Pendidikan mereka bukan hanya bergelut dengan aspek teori saja, tetapi juga bergelut dengan lingkungan di mana mereka hidup yaitu sawah dan ladang. Bagi mereka, sawah (lingkungan hidup) adalah guru yang mengajarkan banyak hal untuk hidup,” sebut peneliti.

Sedulur Sikep secara langsung mengajarkan kepada anak-anak tentang bagaimana mereka hidup  dan menghidupi hidup mereka. Hal ini tentu sangatlah kontras dengan pendidikan yang ada di sekolah-sekolah formal. Menurut peneliti, seringkali sekolah-sekolah formal hanya diisi dengan teori dan hafalan, namun mereka miskin jika berbicara mengenai pengalaman hidup.

Sebagian besar rumah mereka berbentuk Joglo dengan ukuran yang luas. Bentuk bangunan sedemikian rupa bukan tanpa arti, namun bagi masyarakat Sedulur Sikep rumah tidak hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga menjadi tempat pertemuan dan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Di Rumah tersebut mereka belajar berhitung, membaca, menulis Jawa & Latin, serta mempelajari seni budaya.

Dasar dari pengembangan nilai budi pekerti pendidikan Sedulur Sikep berangkat dari filosofi hidup yang menuju pedoman hidup adeg-adeg, yaitu keseimbangan antara ucapan dan tindakan. Orang yang mengaku sebagai Sedulur sikep haruslah mampu tumbuh dengan cara yang baik serta mengatakan hal-hal yang baik dan benar.

Baca Juga: Samin Surosentiko dari Ningrat Jadi Tokoh Perlawanan Tani dan Buruh