Gabungan Infeksi dan Vaksinasi COVID-19 Memicu 'Kekebalan Super'

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 28 Januari 2022 | 15:00 WIB
Infeksi dan vaksinasi COVID-19, jika digabungkan dapat menghasilkan daya tahan tubuh yang kuat menghadapi pagebluk. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Sistem pertahanan atau kekebalan tubuh adalah kunci bagaimana kita bisa keluar dari bayang-bayang virus corona yang telah menjangkit dua tahun ini. Antibodi yang kuat telah diyakini para ilmuwan sebagai harapan melawan varian COVID-19.

Sebuah studi terbaru menemukan dua bentuk kekebalan tubuh, yaitu infeksi virus setelah divaksinasi dan infeksi yang diikuti dengan vaksinasi. Para peneliti di jurnal Science Immunology berpendapat, dua cara ini memiliki perlindungan kekebalan yang kira-kira sama tingkatan kemampuannya.

Laporan itu berjudul Vaccination before or after SARS-CoV-2 infection leads to robust humoral response and antibodies that effectively neutralize variants yang diterbitkan Selasa (25/01/2022). Para peneliti mengutarakan, dua proses penciptaan imun yang kuat itu sama-sama memberikan respon imun yang sangat kuat, atau "kekebalan super".

Mengutip dari Eurekalert, Fikadu Tafesse dari Department of Molecular Microbiology & Immunology, Oregon Health & Science University (OHSU), yang menjadi anggota tim penelitian itu mengatakan, temuan ini adalah lanjutan dari studi sebelumnya. Desember lalu, di Journal of the American Medical Association (JAMA) para peneliti hanya mengungkap infeksi setelah divaksinlah yang akan membuat "kekebalan super itu".

Sedangkan studi terbaru menemukan kedua cara ini sama-sama kuatnya. Para peneliti mendapati kedua kasus ini, respon imun yang diukur dalam serum darah merangsang antibodi yang sama-sama lebih kuat dan berlimpah. Mereka menulis, setidaknya 10 kali lebih kuat dibandingkan kekebalan yang dihasilkan oleh vaksinasi saja.

"Kemungkinan mendapatkan infeksi terobosan tinggi karena ada begitu banyak virus di sekitar kita saat ini," ujar Tafesse. “Tapi kami memposisikan diri lebih baik dengan divaksinasi. Dan jika virusnya datang, kita akan mendapatkan kasus yang lebih ringan dan berakhir dengan kekebalan super ini."

Penelitian ini diadakan sebelum varian omicron, tetapi para peneliti berharap bahwa respon imun hibrida bisa sangat kuat menghadapi varian baru yang penularannya cepat.

Penelitian yang dipimpin Timothy Bates ini mengamati tiga kelompok dari total 104 orang yang semuanya adalah karyawan kampus. Semuanya telah divaksinasi dengan Pfizer, lalu dibagi menjadi 42 orang yang divaksinasi tanpa infeksi, 31 orang divaksinasi setelah infeksi, dan 31 orang terinfeksi sebelum divaksinasi.

Para peneliti juga mengamati profil mereka, seperti usia, jenis kelamin, waktu vaksinasi, dan waktu terinfeksi. Mereka diambil darahnya untuk dibawa ke lab dan memiliki jejak infeksi tiga varian virus corona.

Asisten profesor mikrobiologi molekuler dan imunologi OHSU Bill Messer berpendapat, virus akan masuk ke dalam kekebalan manusia yang terus berkembang. Walau institusi penelitian itu belum menguji lebih lanjut perputaran infeksi alami COVID-19, dia yakin, varian omicron yang sangat menular pada orang yang tidak divaksinasi walau sudah terinfeksi dan akan menghadapi virus lagi.

Baca Juga: Tantangan 2022: Gelombang Omicron Mengintai dan Bukan Varian Akhir