Malapetaka Perubahan Iklim, Maladewa Perlahan Ditelan oleh Laut

By Sysilia Tanhati, Jumat, 28 Januari 2022 | 10:00 WIB
Penduduk Maladewa berpegang teguh pada kefanaan. Teori bahwa pulau akan bertahan selamanya ini melawan alam. (Matheen Faiz/Unsplash)

Nationalgeographic.co.id—“Saya merasa sangat damai ketika berada di atas air,” kata Thoiba Saeedh, seorang antropolog asal Maladewa.

Dua ribu lima ratus tahun kehidupan maritim membentuk budaya dan identitas masyarakat Maladewa. Negara ini terdiri dari 1.196 pulau dataran rendah yang tersusun menjadi rantai ganda dari 26 atol karang.

Maladewa menjadi daerah tujuan wisata yang terkenal akan keindahan pulau-pulau dengan pantainya yang menawan. Ironisnya, Maladewa mungkin akan menjadi negara pertama di bumi yang menghilang di bawah permukaan laut yang naik.

Sekarang, ketika laju perubahan iklim semakin cepat, negara ini mencoba berpacu dengan waktu. Maladewa berharap para pemimpin dunia akan mengurangi emisi karbon sebelum negara kepulauan ini ditelan laut.

Pemerintahnya melakukan beberapa tindakan ekstrem untuk menyelamatkan Maladewa. Seperti pembangunan pulau buatan yang dapat menampung sebagian besar populasi. Sementara itu, sebuah perusahaan desain Belanda berencana membangun 5.000 rumah terapung di laguna seberang ibu kota.

Ini adalah waktu yang krusial bagi Maladewa. Presiden Ibrahim Mohamed Solih di konferensi iklim PBB di Skotlandia mengatakan: “Perbedaan antara 1,5 derajat dan 2 derajat Celcius adalah hukuman mati untuk Maladewa.”

Maladewa pun "berteriak" meminta tolong untuk kesekian kalinya. Satu dekade lalu, pendahulu Solih, Mohammed Nasheed, mengusulkan untuk memindahkan seluruh penduduk ke Australia demi keselamatan.

Pergeseran dari pulau yang tinggal di tempat-tempat seperti Felidhoo ke platform buatan manusia juga menimbulkan masalah. Perubahan iklim mendatangkan malapetaka yang semakin meningkat di tiap benua. Manusia mungkin kehilangan identitas bahkan sebelum kehilangan tempat tinggal.

Bila Maladewa berhasil bertahan dari planet yang terus berubah, muncul pertanyaan: apa yang akan selamat dan apa yang akan hilang?

Pulau-pulau di Maladewa tumbuh dan menyusut, naik dan turun, bergantung pada arus laut dan endapan pasir.

Sebagian besar pulau—termasuk ibu kota Malé—berada sekitar 100 meter di atas permukaan laut. Ilmuwan iklim memperkirakan pulau-pulau ini akan dibanjiri air laut pada akhir abad ini. Hulhumalé, platform penyelamatan buatan manusia, memiliki ketinggian 180 meter.