Nationalgeographic.co.id - Sebuah penelitian baru yang merekonstruksi otot-otot tungkai Thecodontosaurus mengungkapkan bagaimana dinosaurus sauropoda seberat 50 ton seperti Diplodocus, bergerak dan berevolusi. Diplodocus berevolusi dari nenek moyang yang jauh lebih kecil, seperti Thecodontosaurus seukuran serigala.
Penelitian baru tersebut dipimpin oleh University of Bristol dan diterbitkan baru-baru ini di jurnal Royal Society Open Science. Publikasi tersebut dapat diakses terbuka secara daring dengan judul "Walking with early dinosaurs: appendicular myology of the Late Triassic sauropodomorph Thecodontosaurus antiquus".
Evolusi dinosaurus ditandai oleh banyak pergeseran independen dari bipedalitas atau bergerak dengan dua tungkai ke quadrupedality atau bergerak dengan empat tungkai. Sauropodomorpha adalah salah satu garis keturunan yang bertransisi dari bentuk bipedal kecil ke hewan berkaki empat, dengan serangkaian strategi postural menengah yang berkembang dalam sauropodomorph non-sauropoda.
Seperti diketahui, Thecodontosaurus adalah dinosaurus berkaki dua berukuran kecil hingga sedang yang berkeliaran di sekitar Inggris Raya selama periode Trias (sekitar 205 juta tahun yang lalu). Rekonstruksi tersebut merinci anatomi otot-otot terpenting yang terlibat dalam gerakan.
Baca Juga: Supersaurus Dikabarkan Jadi Dinosaurus Terpanjang yang Pernah Ada
Dinosaurus ini adalah salah satu yang pertama ditemukan dan diberi nama oleh para ilmuwan, pada tahun 1836. Namun, temuan tersebut masih mengejutkan para ilmuwan dengan informasi baru tentang bagaimana dinosaurus paling awal hidup dan berevolusi.
Antonio Ballell, mahasiswa PhD di Bristol's School of Earth Sciences dan penulis utama studi tersebut, mengatakan dalam University of Bristol news, bahwa mereka menampung banyak koleksi fosil Thecodontosaurus yang diawetkan dengan indah yang ditemukan di sekitar Bristol. "Hal yang menakjubkan tentang tulang yang memfosil ini adalah banyaknya melestarikan bekas luka dan kekasaran yang ditinggalkan oleh otot-otot anggota badan pada mereka dengan perlekatannya," kata Ballell.
Fitur-fitur ini sangat berharga dalam istilah ilmiah untuk menyimpulkan bentuk dan arah otot tungkai. Merekonstruksi otot pada spesies yang punah membutuhkan pelestarian fosil yang luar biasa, tetapi juga pemahaman yang baik tentang anatomi otot makhluk hidup yang berkerabat dekat.
Antonio Ballell menambahkan, bahwa dalam kasus dinosaurus, kita harus melihat buaya dan burung modern, yang membentuk kelompok yang kita sebut archosaurs, yang berarti 'reptil yang berkuasa'. "Dinosaurus adalah anggota yang punah dari garis keturunan ini, dan karena kemiripan evolusioner, kita dapat membandingkan anatomi otot pada buaya dan burung dan mempelajari bekas luka yang mereka tinggalkan pada tulang untuk mengidentifikasi dan merekonstruksi posisi otot tersebut pada dinosaurus," jelasnya.
Sementara itu, profesor Emily Rayfield, rekan penulis studi tersebut, mengatakan, rekonstruksi otot semacam ini sangat mendasar untuk memahami aspek fungsional kehidupan organisme yang punah. "Kami dapat menggunakan informasi ini untuk mensimulasikan bagaimana hewan ini berjalan dan berlari dengan alat komputasi," kata Rayfield.
Baca Juga: Kontroversi Lelang Triceratops Big John, Pantaskah Di Tangan Kolektor?