Seperti Manusia, Gajah Bisa Kesepian yang Menyebabkan Gangguan Saraf

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 5 Februari 2022 | 12:00 WIB
Asha, gajah afrika betina di Natural Bridge Zoo, AS, hidup kesepian tanpa ada gajah lain di lingkungannya. (Barbara Baker/In Defense of Animal)

Nationalgeographic.co.id - Sudah banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seseorang yang menghabiskan lebih dari 10 hari dalam kesendirian yang tak disengaja, dapat menderita beberapa efek kesehatan emosional, kognitif, sosial, dan fisik, seperti susah tidur hingga halusinasi.

Itulah kita, manusia, makhluk sosial yang sangat membutuhkan orang lain setidaknya sekadar bertukar sapa. Gajah pun demikian, sama-sama makhluk sosial yang tidak bisa terlalu lama dalam kesendirian. Ahli saraf Bob Jacobs dari Colorado College telah mempelajari otak manusia dan hewan, mengatakan bahwa mamalia sosial lainnya punya reaksi serupa dengan kita bila kesepian.

"Secara umum, semua mamalia mengikuti cetak biru dasar yang sama dalam hal struktur dan fungsi otak," ujarnya di National Geographic. Masalahnya, sekarang ada banyak gajah tangkapan yang hidup sendiri di kebun binatang atau bisnis pinggir jalan.

Baca Juga: Arca Megalitik Pasemah Ungkap Kehidupan Berdampingan Manusia dan Gajah

"Dari semua yang kita ketahui soal otak, tidak ada alasan untuk berpikir bahwa otak gajah akan bereaksi berbeda terhadap sel isolasi daripada otak manusia," ujar Jacobs. Gajah memiliki otak yang dirancang untuk lingkungan tertentu dan sensitif terhadap perubahan di lingkungannya berada.

Namun, terkadang kondisi membuat mereka sangat sulit dibuat untuk bisa berinteraksi dengan gajah lainnya. Misal, Natural Bridge Zoo di Virginia, AS, seekor gajah Afrika betina bernama Asha harus tinggal di kandang sendirian sejak berusia 30 tahun dan kini hampir berusia 40 tahun.

Karl Mogensen, pemilik kebun binatang itu mengatakan kehidupan Asha sangat baik. Dia juga mendapatkan "fasilitas yang indah" tetapi penyendiri.

"Dia (Asha) adalah produk dari operasi pemusnahan pada 1985," terangnya. "Dia yang kami sebut gajah keluarga—benar-benar terikat dengan kami dan orang-orang [di sini], memiliki kehidupan yang sangat baik … Kami sangat nyaman dengan cara kami merawatnya."

Baca Juga: Eksekusi Gajah, Metode Hukuman Mati Era Kuno yang Mengerikan

Pihak kebun binatang itu juga pernah mengabarkan di laman Facebook bahwa diri mereka sangat melindungi Asha, ketika ada kelompok hewan "radikal" yang mau menculiknya. Asha tidak bisa dilepaskan begitu saja, pihak kebun binatang menyampaikan "di dunia yang sempurna, dia akan ada di Afrika, BEBAS," pada Juni 2018. Mereka khawatir perdagangan gading, perburuan, dan penggundulan hutan, Asha dan gajah lainnya justru menghadapi kehancurannya.

Gajah Tangkahan. Agar otaknya sehat, gajah harus hidup bersama gerombolannya karena mereka adalah hewan sosial. ()

September 2021, Philip Ensley, dokter hewan yang bekerja di organisasi nirlaba Free All Captive Elephants mengunjungi kebun binatang ini. Organisasi ini kerap mengkritik kondisi Asha di sana. Ensley mengutarakan gajah itu bergoyang ke depan dan ke belakang, mengubah berat badannya dari anggota badan tertentu yang berpotensi untuk radang sendi yang umum terjadi di penangkaran hewan.

"Tidak tepat dalam bidang perawatan dan pengelolaan gajah penangkaran untuk memelihara hanya seekor gajah betina saja," terangya. Kurangnya pendamping untuk Asha dinilai "membuatnya menderita".

Baca Juga: Evolusi pada Gajah Afrika Bantu Kurangi Perburuan Gading Gajah

Jacobs juga mengatakan, hewan liar di penangkaran bisa mendapatkan tekanan dan mengubah otaknya, sehingga berdampak pada perilaku berulang. Tindakan berulang yang umumnya ditampilkan pada hewan sosial yang bosan di penangkaran jarang ditemukan di alam liar. Pada gajah contohnya adalah mondar-mandir, menggelengkan kepala, dan bergoyang secara berulang.

Sebuah studi tahun 2018 di Neuroscience & Biobehavioral Reviews mengungkapkan bahwa manusia dan hewan lain akan melakukan tindakan berulang adalah gangguan pada ganglia basal, bagian otak yang berperan mengontrol gerakan sukarela.

Jacobs berpendapat, jika kondisi berulang yang dilakukan Asha, bisa jadi disebabkan adanya terganggu pada ganglia basal sehingga tidak bisa menghentikan tindakan berulangnya. "Jika ada masalah perilaku atau masalah psikologis, terdapat masalah saraf yang mendasarinya," ujarnya.

Pada manusia, gangguan ini bisa menyebabkan penyakit Huntington dan Parkinson yang menyebabkan gerakan tak sadar dan tremor yang melemahkan, lanjut Jacobs.

Kebosanan dapat membuat hewan liar di penangkaran mengalami kerusakan otak seperti itu karena kurangnya stimulasi yang dapat membantu perkembangan. Ketika stimulasi minim berperan, jelas Jacobs, dendrit menyusut dan diameter kapiler berkurang membuat aliran darah ke otak berkurang.

Baca Juga: Kisah Tragis Big Mary, Gajah Sirkus Terkenal yang Dihukum Gantung

Stimulasi ini bisa bekerja optimal di alam liar oleh gajah ketika bertemu dengan gajah lain, terang Joyce Poole, peneliti di Gorongosa National Park di Mozambique dan National Geographic Explorer. Gajah selalu bergerak untuk mendengarkan, mengendus, dan bermain, yang perilakunya berbeda dengan yang dipenangkaran yang suka menyendiri "tidak terlalu semangat". Gajah dalam penangkaran tidak memiliki gajah lain untuk berinteraksi dan tidak punya ruang untuk menjelajah.

Gajah jantan dapat menghabiskan 10 hingga 14 tahun bersama induk mereka sebelum lepas siap kawin. Sementara betina tinggal bersama induk sepanjang hidupnya dalam kelompok sosial multigenerasi sebanyak 50 ekor.

"Tumbuh dalam lingkungan sosial, atau dalam keluarga, sangat penting untuk perkembangan mereka," terang Poole.

Association of Zoos and Aquariums (AZA) melaporkan setidaknya ada sembilan gajah hidup sendiri di Amerika Serikat saat ini. Presiden AZA Dan Ashe pada National Geographic mengatakan, idealnya gajah harus ditempatkan pada suatu kelompok pada penangkaran. Akan tetapi "terkadang hewan tidak ingin berada dalam kelompok."

Setidaknya ada beberapa undang-undang di AS untuk mencegah gajah kesepian, yakni mengharuskan kebin binatang dengan gajah betina haruslah "punya minimal tiga betina (atau ruang untuk memiliki tiga betina".