2050 hingga 2100, Kita Kekurangan Kopi dan Pasokan Pangan Bergizi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 3 Februari 2022 | 14:00 WIB
Petani kopi Bajawa, NTT. Perubahan iklim mengancam wilayah cocok tanam kopi yang besar. (Bayu D.M. Kusuma/National Geographic Traveler)

Selain itu, perubahan iklim pada biji kopi juga membuatnya mengalami penurunan beberapa faktor kualitas, seperti PH dan tekstur tanah yang layak tanam dapat berubah dengan banyak curah hujan. Diperkirakan pada 2050 jumlah layak tanamnya akan menurun hingga 50 persen akibat peningkatan suhu tahunan di kawasan penghasil kopi seperti Indonesia, Brazil, Vietnam, dan Kolombia.

Melansir National Geographic, penulis studi Roman Grüter dari Institute of Natural Resource Sciences, Zurich University of Applied Sciences di Swiss, mengatakan perubahan iklim menyebabkan tanaman harus bisa beradaptasi untuk mengimbangi kondisi yang berubah.

Di berbagai tempat, para ilmuwan bersama petani sudah bereksperimen pada tanaman tertentu untuk menciptakan sifat-sifat yang lebih keras agar dapat bertahan lebih baik pada perubahan iklim. Tapi cara ini saja belum cukup, tulis mereka di makalah.

"Pada titik tertentu, tanaman tidak mungkin lagi tumbuh [di kawasan aslinya]," kata Grüter. Pemodelan seperti ini tentunya dapat berguna bagi para ilmuwan untuk membantu petani untuk melihat harapan tanaman yang harus diperjuangkan demi ketahanan pangan. Dan, bisa jadi saran bagi pembuat kebijakan agar bisa mendorong petani untuk menggunakan metode penanaman yang lebih efieisen.

Tetapi, Grüter mengatakan, masih banyak jenis makanan yang ditanam pertanian skala kecil yang kurang dipelajari. Padahal mereka adalah bagian yang penting dalam mempersiapkan ketahanan pangan global ketika perubahan iklim.

"Sangat penting bagi ketahanan pangan dan gizi untuk memodelkan perubahan semacam itu dan dampaknya terhadap pertanian,” kata Grüter. "Kami sekarang memodelkan tanaman komersial, tetapi alpukat juga merupakan tanaman yang penting dan bergizi."

Baca Juga: Bincang Redaksi-38: Ancaman Pagebluk Baru terhadap Ketahanan Pangan