Nationalgeographic.co.id—Sejarawan telah mampu mengumpulkan gambaran yang sangat jelas tentang seperti apa kehidupan sehari-hari di Romawi kuno, sebuah imperium paling sohor di dunia.
"Di kota-kota dan pertanian kecil di luar kota, orang-orang Romawi menjalani kehidupan yang cukup sederhana dan menjalani kehidupan dengan bisnis. Rutinitas sehari-hari orang-orang Romawi yang tinggal di kota sangat berbeda," tulis Oprandi kepada History of Yesterday.
Greta Oprandi menggambarkan aktivitas sehari-hari yang dilakukan masyarakat Romawi Kuno dalam artikelnya yang berjudul What Was Daily Life Like in the Roman Empire?, yang dipublikasi pada 19 September 2021.
Kota-kota seperti Roma, Pompeii, Antiokhia, dan Kartago merupakan pusat daya tarik bagi orang-orang yang tinggal di pertanian dan kota kecil, dan mereka yang ingin menjalani kehidupan yang lebih baik datang ke sini.
"Namun, tidak semua orang dapat memperoleh penghasilan yang cukup untuk menjalani kehidupan yang nyaman, sehingga mereka terpaksa tinggal di bagian kota yang lebih miskin," terusnya.
Seringkali mereka yang tidak dapat menemukan pekerjaan yang mereka cari kehilangan tempat tinggal. Ada pekerjaan untuk pendatang baru di kota, tetapi pekerjaan ini sangat sulit didapat.
Budak sering digunakan untuk pekerjaan fisik, tetapi mereka juga membantu guru, dokter, ahli bedah, dan arsitek. Orang bebas, sebaliknya, melakukan berbagai pekerjaan seperti tukang roti, nelayan, atau tukang kayu. Perempuan miskin sering terlibat dalam tata rambut, kebidanan, atau menjahit.
Seperti di pertanian, rumah juga merupakan pusat kehidupan sehari-hari di masyarakat kota, dan untuk alasan ini, tujuan pertama seseorang yang datang ke kota adalah untuk menentukan tempat tinggal.
Karena kota Roma adalah ibu kotanya, harga tanah cukup tinggi, dan banyak orang tidak terlalu memperhatikan di mana mereka akan tinggal ketika mereka pertama kali tiba di kota. Mereka menetap di sebuah rumah apartemen bobrok yang disebut insulae.
"Sebagian besar warga Romawi tinggal di reruntuhan ini, dan tidak semuanya adalah orang miskin. Pada 150 SM, ada 46.000 rumah insulae di kota Roma," imbuhnya.
Banyak dari tempat tinggal bobrok insulae dihuni oleh sejumlah besar orang di Romawi, yang sering mengakibatkan situasi bencana seperti kebakaran, banjir, atau runtuh.
Setelah kebakaran hebat yang melanda rumah bobrok rakyat Romawi, Kaisar Nero melebarkan jalan menuju tempat-tempat ini dan menambahkan balkon, membuatnya lebih mudah untuk merespons dalam keadaan darurat.
Insulae umumnya berbentuk apartemen. Biasanya memiliki lima sampai tujuh lantai, tetapi karena rumah-rumah ini dianggap tidak aman, Kaisar Augustus dan Trajanus melarang apartemen-apartemen ini menjadi bertingkat dengan kebijakan yang mereka tetapkan, namun hukum ini tidak terlalu diikuti.
Kemiskinan di kota terlihat jelas karena kurangnya pendidikan atau pakaian yang dikenakan orang-orang Romawi. Orang-orang yang tinggal di reruntuhan ini mencerminkan situasi menyedihkan.
"Lantai tempat tinggal orang itu ditentukan oleh penghasilannya. Lantai dasar apartemen ini jauh lebih nyaman daripada lantai atas," ungkap Oprandi.
Lantai bawahnya besar, luas, dan memiliki ruangan yang berbeda untuk kegiatan seperti makan, tidur, duduk. Biasanya orang-orang berpenghasilan cukup tinggi yang menghuni lantai terbawah insulae.
Sewa insulae di lantai bawah dibayar setiap tahun, sedangkan sewa rumah di lantai atas dibayar harian atau mingguan. Seringkali sebuah keluarga hanya tinggal di satu kamar dan selalu rawan mendapat pengusiran jika ada yang mampu membayar lebih.
Lantai di bagian atas yang kebanyakan dihuni orang miskin, tidak memiliki sumber cahaya alami dan panas di musim panas dan dingin di musim dingin. Tidak ada air yang masuk ke dalam rumah, sehingga tidak ada toilet di dalam rumah.
Baca Juga: Kisah Elagabalus, Kaisar Romawi Transgender yang Mati Dipenggal
Meskipun sistem saluran pembuangan kota pertama kali muncul pada abad ke-6 SM, orang-orang yang tinggal di lantai atas tidak dapat menggunakan sistem ini. Mereka yang tinggal di lantai atas sering membuang sampah dari rumah mereka ke jalan, sehingga jalanan menjadi bau dan menimbulkan penyakit.
Ketiadaan lampu jalan, gedung-gedung di ambang runtuh, dan ketakutan akan bencana digabungkan membuat kehidupan mereka yang tinggal di lantai atas sangat sulit, dan orang-orang miskin yang menanggung itu.
Sebaliknya, kebanyakan orang kaya Romawi Kuno yang tidak tinggal di vila di luar kota —umumnya memiliki vila, akan tinggal di rumah yang disebut domus —rumah yang cukup megah di zamannya.
Rumah-rumah ini terletak dekat dengan rumah pemerintah. Ada sebuah toko di depan rumah-rumah ini dan pemilik toko itu menghasilkan uang dari tokonya.
Di sisi lain halaman yang terletak dalam Domus, terdapat ruangan-ruangan kecil yang disebut kubikulum dan digunakan sebagai kamar tidur, perpustakaan, atau kantor.
"Domus juga memiliki bagian terpisah untuk dapur dan ruang makan. Di sisi domus, ada taman keluarga," pungkas Oprandi.
Baca Juga: Wujud Bengkel Tenun Berusia 1.700 Tahun Asal Romawi Kuno di Turki