Panas Ekstrem Adalah 'New Normal' di Sebagian Besar Laut Dunia

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 12 Februari 2022 | 08:00 WIB
Pemanasan permukaan laut mengancam habitat beruang kutub. (Gerard Van der Leun)

Nationalgeographic.co.id—Jika kehidupan new normal saat pandemi berarti hidup dengan protokol kesehatan yang ketat seperti menggunakan masker dan menjaga jarak, maka panas ekstrem adalah "new normal" di sebagian laut di seluruh dunia. Penelitian baru mengungkapkan bahwa suhu laut yang terlalu tinggi yang didorong perubahan iklim telah dianggap keadaan normal di lautan.

Studi yang dipublikasikan 1 Februari 2022 di PLOS Climate itu mengungkapkan bahwa lebih dari setengah permukaan laut melampaui batas ekstrem panas sepanjang sejarah dan terus meningkat sejak 2014. Publikasi studi tersebut merupakan jurnal akses terbuka dengan judul "The recent normalization of historical marine heat extremes".

Pada penelitian yang dipimpin Monterey Bay Aquarium ini, para peneliti melakukan penelitian dengan memetakan 150 tahun suhu permukaan laut untuk menentukan tolok ukur historis tetap untuk suhu panas laut yang ekstrem. Para ilmuwan kemudian melihat seberapa sering dan seberapa banyak lautan melampaui titik ini.

Tahun pertama di mana lebih dari separuh lautan mengalami panas ekstrem adalah tahun 2014. Tren tersebut berlanjut di tahun-tahun berikutnya, mencapai 57 persen lautan pada 2019. Tahun terakhir yang diukur dalam studi tersebut. Dengan menggunakan tolok ukur ini, hanya dua persen permukaan laut yang mengalami suhu yang sangat hangat pada akhir abad ke-19.

Dan panas ekstrem inilah, kata para peneliti, yang meningkatkan risiko keruntuhan ekosistem laut yang penting, termasuk terumbu karang, padang lamun, dan hutan rumput laut. Kondisi tersebut mengubah struktur dan fungsinya, dan mengancam kapasitasnya untuk terus menyediakan sumber kehidupan yang menopang kehidupan, dan manfaat pada manusia.

Dr. Kyle Van Houtan, yang memimpin penelitian mengatakan dalam rilis media Monterey Bay Aquarium, bahwa perubahan iklim bukanlah peristiwa masa depan. "Kenyataannya adalah bahwa itu telah mempengaruhi kita untuk sementara waktu. Penelitian kami menunjukkan bahwa selama tujuh tahun terakhir lebih dari separuh lautan telah mengalami panas yang ekstrem," katanya.

Suhu laut memanas akibat perubahan iklim. (Pixabay)

Menurutnya, kita sedang mengalami perubahan itu sekarang dan terjadi semakin cepat. "Perubahan dramatis yang kami rekam di lautan ini adalah bukti lain yang harus menjadi peringatan untuk bertindak atas perubahan iklim," ia melanjutkan.

Studi ini berkembang dari penelitian terpisah ke dalam sejarah perubahan hutan rumput laut di seluruh California. Van Houtan dan tim menemukan bahwa panas permukaan laut yang ekstrem, yang merupakan pemicu utama bagi hilangnya kanopi rumput laut, perlu diukur dan dipetakan di sepanjang pantai California sepanjang abad terakhir. Para peneliti kemudian memutuskan untuk memperluas penyelidikan di luar California untuk lebih memahami frekuensi jangka panjang dan lokasi panas laut yang ekstrem di permukaan laut global.

Dengan menggunakan catatan sejarah, para ilmuwan pertama-tama menentukan suhu rata-rata permukaan laut selama periode 1870 hingga 1919. Kemudian mereka mengidentifikasi pemanasan laut paling dramatis yang terjadi selama periode itu, dua persen kenaikan suhu teratas, dan menetapkannya sebagai "panas yang ekstrem". Tim kemudian memetakan ekstrem dari waktu ke waktu, memeriksa apakah itu terjadi secara teratur atau menjadi lebih sering.

"Hari ini, sebagian besar permukaan laut telah menghangat hingga suhu yang hanya seabad lalu terjadi sebagai peristiwa pemanasan ekstrem yang jarang terjadi, sekali dalam 50 tahun," kata Van Houtan.