Mengenang Kisah Omayra, Diberi Makan dan Diwawancarai Sebelum Tewas

By Galih Pranata, Senin, 7 Februari 2022 | 14:00 WIB
Terlalu lama terendam air, mata Omayra semakin lama semakin tampak menghitam. (All Thats Interesting)

Nationalgeographic.co.id—13 November 1985, gunung berapi Nevado del Ruiz di Kolombia meletus setelah 69 tahun tak pernah meletus. Meski mendapat peringatan dua bulan sebelum bencana terjadi, pemerintah gagal mengevakuasi dan melindungi warganya.

"Itu sebabnya, letusan itu membuat 13 desa di sekitarnya lengah," tulis Ljuca kepada History of Yesterday. Ia menulis dalam artikelnya berjudul The Girl Who Was Fed and Interviewed While Dying, publish pada 22 September 2021.

Dari semua desa yang terdampak erupsi, yang paling parah adalah kota Armero di mana letusan itu menewaskan lebih dari 20.000 orang dari populasi 29.000.

Wabah fatal terjadi pada pukul 9 malam waktu setempat ketika gunung berapi mulai mengeluarkan campuran abu panas dan lava yang agresif. "Tapi bukan lava yang merenggut begitu banyak nyawa, melainkan lahar," imbuh Alema Ljuca.

Ketika gunung berapi Nevado del Ruiz meletuskan lava, ia melepaskan gletser dan salju yang meleleh. Air kemudian mengalir ke bawah gunung berapi membawa batu dan tanah ke tepi sungai. Air dan lumpur vulkanik itu diketahui sebagai lahar.

Lahar berlari ke desa-desa dengan kecepatan yang sangat tinggi, diperkirakan mencapai 13 mil per jam, memungut pohon dan mobil yang ia temui selama perjalanannya menuju pemukiman warga.

Salah satu arus laharnya mencapai kota Armero di Tolima, menghapusnya dari peta sambil membunuh 70% penduduknya. Peristiwa dahsyat itu ditandai sebagai Tragedi Armero.

"Peristiwa bersejarah di Armero itu melibatkan seorang gadis Kolombia berusia 13 tahun, Omayra Sánchez Garzón, menjadi salah satu korbannya," kisahnya. Omayra lahir pada 28 Agustus 1972, dari orang tua Alvaro Enrique, seorang pemetik beras, dan Maria Aleida.

Pada malam ketika lahar menghantam Armero, Omayra tengah berada di rumahnya bersama ayah, saudara laki-laki, dan bibinya, sementara ibunya di Bogotá melakukan bisnis.

Tangan korban tertimbun tanah longsor akibat letusan gunung berapi. (Chip HIRES/Gamma-Rapho/Getty Images)

Ketika malam telah menyelimuti Kota Armero, mendadak mereka terbangun ketika semburan lumpur vulkanik menghantam rumah mereka dan Omayra terperangkap di bawah reruntuhan.

Beberapa jam kemudian, tim penyelamat dan sukarelawan telah berada di tempat kejadian. Mereka melihat melalui reruntuhan ketika Omayra berhasil mengulur-ulurkan tangannya di atas air, menandakan bahwa dia ada di sana dan masih hidup.

Tim penyelamat lantas bergegas membantunya, tetapi menyadari situasi yang tidak menguntungkan dialami oleh gadis malang itu. Omayra terjebak dan tidak bisa menggerakkan dari pinggang ke atas.

"Tim penyelamat tidak mungkin bisa membebaskan tubuhnya tanpa mematahkan kakinya," ungkapnya.

Para relawan mengangkat tubuh bagian atas Omayra sebanyak mungkin. Kemudian, mereka menempatkan kayu di sekelilingnya untuk dipegangi oleh gadis itu dan memberikan ban untuk menutupi tubuhnya agar dia tetap mengapung.

Ketika para penyelam tiba di lokasi Omayra, mereka menemui apa yang ditakuti semua orang. Kaki Omayra tertekuk dan terperangkap di bawah dinding bata sementara bibinya, yang telah tenggelam, masih menempel di antara kedua kakinya.

Selama seluruh proses evakuasi dilakukan, Omayra dengan semangat bernyanyi untuk jurnalis Jerman, Santa Maria Barragan, sembari menjawab pertanyaan saat diwawancarai, makan permen, dan minum soda.

Kelelahan yang dahsyat telah melemahkan kesadaran dirinya. Pada hari ketiganya terjebak dalam air, gadis itu mulai berhalusinasi dan berkata kepada wartawan: "Saya tidak ingin terlambat ke sekolah." Dia juga menyebutkan ujian matematika.

"Selain itu, terendam dalam air yang lama dan tekanan puing-puing menyebabkan mata merah Omayra semakin lama semakin tampak menghitam," lanjut Ljuca.

Proses evakuasi yang dilakukan oleh tim penyelamat untuk membebaskan tubuh Omayra dari puing-puing. (Tom Landers/The Boston Globe/Getty Images)

"Sebelum Omayra meninggal akibat kelelahan yang hebat, mereka menemukan bahwa kakinya terjerat di lengan bibi yang sudah meninggal," tulis The New York Times dalam arsipnya.

The New York Times pernah merilis kisahnya tepat saat kejadian itu berlangsung, yakni pada 17 November 1985. Ia memuatnya dalam artikel berjudul Trapped Girl, 13, Dies.

Sebelum tewasnya, para sukarelawan, terutama petugas pemadam kebakaran, mencoba mencongkel dan mengangkat gadis itu. Pada saat mereka mencoba mengangkat tubuh bibinya dengan tali yang tergantung di helikopter, mereka hanya bisa membebaskan beberapa inci tubuh Omayra. ia benar-benar tak bisa diselamatkan.

Fotografer Frank Fournier, yang mengambil foto terkenal Omayra, tiba di lokasi hanya beberapa jam sebelum gadis itu meninggal. Fotonya diberi nama World Press Photo of the Year. Sebuah publisitas yang menggambarkan kegagalan Pemerintah Kolombia.

Omayra Sánchez Garzón dinyatakan tewas pada 17 November 1985, pada pukul 09.45 waktu Kolombia dengan kondisi yang masih terhimpit di antara reruntuhan bangunan dan tangan bibinya.

Baca Juga: Misteri Letusan Gunung Berapi Tonga yang Berusaha Dipecahkan Ilmuwan