Batalyon Azov: Dari Suporter Sepak Bola Menjadi Tentara Kejam Ukraina

By Tri Wahyu Prasetyo, Rabu, 9 Februari 2022 | 08:00 WIB
Sebuah poster perekrutan untuk Batalyon Azov bertuliskan 'Martabat. Bangsa. Tanah Air.' (Vladimir Cheppel)

Nationalgeographic.co.id—Pada 2014, terjadi peristiwa berdarah saat Rusia mencaplok Semenanjung Krimea. Perlawanan Ukraina tidak hanya terdiri dari pasukan resminya saja, namun terdapat kelompok relawan yang memiliki satu tujuan memperjuangkan kedaulatan Ukraina. Salah satunya adalah Azov Battalion.

Batalyon Azov merupakan tentara Neo-Nazi yang terbentuk pada 2014. Dilansir dari peoplesworld.org, mulanya Batalyon Azov dibentuk melalui pendukung militan klub sepak bola Metalist Kharkiv untuk menghancurkan pasukan separatis pro-Rusia. Secara organisasi, tentara sukarelawan ini dipimpin oleh Andriy Biletsky yang dikenal sebagai seorang fasis kejam.

Saat ini Batalyon Azov telah terintegrasi penuh dalam militer Ukraina. Pada 2015, jumlah anggota Batalyon Azov telah mencapai 1.400 personel, namun diduga kini anggotanya semakin bertambah. Empat tahun lalu, Hope note hate menyebutkan bahwa Batalyon Azov telah bekerja sama dengan kelompok inggris yang disebut Divisi Misantropik. Tujuannya antara lain adalah untuk merekrut aktivis sayap kanan Inggris agar ikut serta terjun medan laga Ukraina.

Batalyon Azov memiliki tradisi Neo-Nazi, mereka mengklaim sebagai pengikut  dari Hitler Ukraina subdivisons SS dan pro-Hitler. “Setelah kudeta tahun 2014, Ukraina telah berubah menjadi sumber neo-Nazi dari seluruh dunia,” ujar Petro Symonenko pemimpin dari Partai Komunis Ukraina.

Faiz Fadhlurrakhman mengungkapkan konflik itu dalam penelitiannya yang bertajuk Kejahatan Perang Azov Battalion Dalam Konflik Rusia-Ukraina 2014: Perspektif Konstruktivis, terbit pada 2017. Faiz menemukan setidaknya ada tiga kebejatan yang dilakukan oleh Batalyon Azov. Tindakanya dinilai mencederai Geneva convention I hingga IV.

Baca Juga: Holodomor, Peristiwa Pembunuhan dan Kelaparan Massal di Era Stalin

Pada 9 mei 2014, Batalyon Azov melakukan serangan terhadap aktivis pro-Rusia dalam parade Victory Day di Mariupol. Parade tersebut merupakan peringatan penyerahan oleh Nazi Jerman yang bertepatan dengan kedatangan presiden Rusia Vladimir Putin ke Crimea pertama kali setelah dianeksasi. Peristiwa berdarah tersebut diawali dengan kontak senjata tentara Ukraina dan Batalyon Azov melawan aktivis pro-Rusia. Batalyon Azov melakukan penyerangan terhadap para aktivis yang sedang melakukan parade, alhasil 25 masyarakat sipil terluka.

Pada Agustus 2015, Batalyon Azov melakukan kemah musim panas dengan kegiatan berupa pelatihan dan doktrin militeristik terhadap anak dibawah umur. Pada Additional Protocol I Geneva Conventions menjelaskan pelarangan ikut serta anak-anak dalam konflik bersenjata dan perekrutan terhadap anak dibawah umur.

Tindakan kemah musim panas yang dilakukan oleh Batalyon Azov dinilai telah mencederai konvensi di atas. Padahal pemerintah Ukraina telah melakukan pengaturan bahwa perekrutan tentara memenuhi syarat di atas umur 15 tahun. Peraturan tersebut dijelaskan dalam Ukraine Military service law 1992.

Batalyon Azov juga pernah melakukan penyiksaan terhadap masyarakat sipil dan tawanan perang yang telah tertangkap. Batalyon Azov dan SBU (Security Service of Ukraine), melakukan penangkapan maupun patroli di wilayahnya. Faiz menganggap, bahwa penyiksaan terhadap warga sipil dan tawanan perang merupakan salah satu penerapan atas nilai-nilai Neo-Nazi.

Penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi tertuang dalam laporan yang ditulis oleh Grigoriev: "WAR CRIMES OF THE ARMED FORCES AND SECURITY FORCES OF UKRAINE: torture and inhumane treatment Second report". Disebutkan Batalyon Azov melakukan penyiksaan fisik maupun psikologi terhadap para tawanan.