Sains Terbaru: Simpanse Mengobati Luka dengan Mengoleskan Serangga

By Agnes Angelros Nevio, Rabu, 9 Februari 2022 | 14:00 WIB
Foto ini menunjukkan simpanse betina, Roxy, mengoleskan serangga pada luka di wajah simpanse jantan dewasa bernama Thea. ()

Nationalgeographic.co.id—“Cara mengobati diri sendiri telah diamati di berbagai spesies hewan termasuk serangga, reptil, burung, dan mamalia,” kata Dr. Simone Pika, ahli biologi kognitif di Institute of Cognitive Science di Osnabrück University. "Satu individu menggunakan bagian tumbuhan atau zat non-nutrisi untuk memerangi patogen atau parasit."

“Dua kerabat terdekat kita yang masih hidup bersama, simpanse dan bonobo, misalnya, menelan daun tanaman yang memiliki sifat anthelmintik dan mengunyah daun sambiloto yang memiliki sifat kimia untuk membunuh parasit usus,” imbuhnya.

“Namun, terlepas dari penelitian jangka panjang yang berlangsung selama beberapa dekade dari berbagai lokasi lainnya di Afrika barat dan timur," kata Dr Pika, "aplikasi eksternal materi hewan pada luka terbuka, sampai sekarang, tidak pernah didokumentasikan.”

“Pengamatan kami memberikan bukti pertama bahwa simpanse secara teratur menangkap serangga dan menerapkannya pada luka terbuka,” kata Dr. Tobias Deschner, ahli primata dari Institute of Cognitive Science di Osnabrück University. “Kami sekarang bertujuan untuk menyelidiki konsekuensi potensial yang menguntungkan dari perilaku yang mengejutkan seperti itu.”

Pada November 2019, Alessandra Mascaro, seorang ahli biologi evolusi dari Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi dan seorang sukarelawan di Ozouga Chimpanzee Project, mengamati seekor simpanse bernama Suzee.

Suzee memeriksa luka di kaki putranya yang masih remaja, Sia. Kemudian Suzee menangkap seekor serangga dari udara, memasukkannya ke dalam mulutnya, dan kemudian mengoleskannya ke luka.

(National Geographic Indonesia)

Anggota tim Ozouga Chimpanzee Project telah mempelajari kelompok simpanse ini di Taman Nasional Loango di Gabon, Afrika Barat, selama tujuh tahun. Namun, mereka belum pernah menyaksikan perilaku seperti ini sebelumnya.

“Dalam video yang saya rekam, kami dapat melihat bahwa Suzee pertama kali melihat kaki putranya, dan kemudian seolah-olah dia berpikir, 'Apa yang bisa saya lakukan?' dan kemudian dia mendongak, melihat serangga itu, dan menangkapnya untuk putranya,” kata Mascaro.

Tim mulai memantau simpanse untuk jenis perilaku merawat luka ini, dan selama 15 bulan berikutnya (dari November 2019 hingga Februari 2021). Mereka mendokumentasikan 76 kasus kelompok yang menerapkan serangga pada luka terbuka yang ada pada tubuh mereka sendiri dan simpanse lain. Peneliti mengamati sebelas simpanse jantan dewasa, dua laki-laki remaja, satu perempuan remaja, empat perempuan dewasa.

“Dalam 19 kejadian, individu (lima laki-laki dewasa, satu perempuan dewasa, satu perempuan remaja) mengoleskan serangga ke salah satu luka mereka sendiri menggunakan urutan perilaku berikut,” kata tim peneliti.

Pertama, mereka menangkap seekor serangga. Kedua, mereka melumpuhkannya dengan menempatkan dan/atau menjepit serangga di antara bibir mereka. Ketiga, mereka menempatkan serangga ke permukaan luka yang terbuka dan memindahkan serangga ke permukaan menggunakan ujung jari atau bibir. Keempat, mereka mengeluarkan serangga dari luka dengan mulut atau jari. Langkah tiga dan empat sering diulang beberapa kali selama pengamatan.

Meskipun spesies serangga yang digunakan belum diidentifikasi, ada beberapa konsistensi di semua pengamatan. Serangga itu  bersayap atau serangga terbang, mengingat gerakan cepat yang digunakan untuk menangkapnya. Serangga ditangkap dari bawah daun atau cabang. Serangga itu berukuran 5 mm dan biasanya berwarna gelap dan tidak ada simpanse menelan serangga dalam pengamatan.

Mereka berteori bahwa serangga mungkin memiliki sifat menenangkan yang dapat meredakan rasa sakit. “Mempelajari kera besar di lingkungan alami mereka sangat penting untuk menjelaskan evolusi kognitif kita sendiri,” kata Dr. Deschner.

“Kita masih perlu melakukan lebih banyak upaya untuk mempelajari dan melindungi mereka dan juga melindungi habitat alami mereka,” ujarnya.

Baca Juga: Proses Hilangnya Ekor Kera 'Nenek Moyang Manusia' 25 Juta Tahun Silam