Nationalgeographic.co.id—Manusia memiliki anugerah khusus lewat kognisinya untuk membuat suara, bahasa, dan kata. Kita berkreasi dengan hal-hal itu untuk membuat karya sastra indah seperti puisi, syair, bahkan bernyanyi dengan memahami betul nada mana yang harus dikeluarkan pada suatu bait.
Memang, tidak hanya hanya manusia beberapa hewan seperti burung kicau, paus bungkuk, atau bonobo, menunjukkan perilaku bernyanyi. Bedanya, kognisi kita tampaknya berbeda dari semua kerajaan hewan untuk bisa bernyanyi.
Selasa (22/02/2022), studi terbaru memberi pemahaman bagaimana otak kita bekerja pada musik. Para peneliti menemukan bahwa otak kita memiliki mekanisme saraf yang berbeda ketika mendengarkan nyanyian daripada suara pembicaraan atau alunan musik instrumental. Penelitian itu dipublikasikan di Current Biology berjudul A neural population selective for song in human auditory cortex.
"Temuan baru utama kami adalah bahwa salah satu komponen ini merespon hampir secara eksklusif musik dengan bernyanyi. Temuan ini menunjukkan bahwa otak manusia mengandung populasi saraf khusus untuk analisis lagu," tulis para peneliti.
Baca Juga: Studi: Bagaimana Neuron Membedakan Sinyal Motorik dan Sensorik?
Baca Juga: Robot Lego dengan 'Otak' Belajar Memecahkan Teka-teki Labirin
Baca Juga: Studi: Bagaimana Neuron Membedakan Sinyal Motorik dan Sensorik?
Kelompok peneliti yang dipimpin Sam Norman-Haignere dari Zuckerman Institute, Columbia University, AS, mendapatkan jawaban itu lewat teknik elektrokortikografi (ECoG). Teknik ini menempatkan elektroda di dalam tengkorak untuk merekam aktivitas listrik dari otak kita, sehingga mereka dapat memantaunya.
Selanjutnya, mereka mengukur aktivitas listrik untuk memahami aktivitas neuron dari data yang telah dikumpulkan ECoG. Para partisipan yang diamati ini juga dicatat mengenai riwayat sakit syarafnya, termasuk yang pernah menjalani operasi untuk epilepsi.
Karena ini akan ditanam di dalam kulit kepala, para partisipan dalam penelitian adalah yang setuju untuk direkam aktivitas otaknya saat melakukan tugas-tugas tertentu.
Para peneliti memberikan tugas mereka untuk mendengar 165 suara yang umum, seperti getaran ponsel, tuangan air, suara berbicara, suara ketikan keyboard, termasuk campuran suara musik dengan nyanyian dan instrumental.
Sebenarnya, tim pernah melakukan penelitian sejenis pada makalah tahun 2015 di jurnal Neuron. Penelitian sebelumnya itu menggunakan pencitraan resonasi magnetik fungsional (fMRI) untuk mengidentifikasi populasi neuron di korteks pendengaran yang merespon musik secara khusus.
"Dengan sebagian besar metode dalam ilmu saraf kognitif manusia, Anda tidak dapat melihat representasi saraf," kata Nancy Kanwisher, rekan penulis dari Department of Brain and Cognitive Sciences, Massachusetts Institute of Technology, AS, dikutip dari rilis.
"Sebagian besar jenis data yang dapat kami kumpulkan dapat memberi tahu kami bahwa ada bagian otak yang melakukan sesuatu, tetapi itu sangat terbatas. Kami ingin tahu apa yang diwakili di sana."
Namun, pada studi terbaru, Norman-Haignere dan tim menemukan, secara umum neuron ternyata merespon secara beda terhadap nyanyian dibanding saat sarafnya menanggapi musik instrumental dan percakapan.
"Temuan ini menunjukkan bahwa musik diwakili oleh beberapa populasi saraf yang berbeda, selektif untuk aspek musik yang berbeda, setidaknya satu di antaranya merespon secara khusus untuk bernyanyi," ungkap para peneliti.
Baca Juga: Otak Kucing Menyusut dan Ini Semua Terjadi karena Kesalahan Manusia
Baca Juga: Membedah Alasan dan Isi Kepala Seseorang yang Menjadi Ekstremis
Baca Juga: Mengapa Otak Einstein Dicuri dan Dipotong-potong Menjadi 240 Bagian?
Tim Norman-Haignere dalam makalah tersebut berspekulasi bahwa ada karakteristik yang membuat respon nyanyian berbeda. Suara seperti ini membutuhkan ciri neuro-dinasimnya sendiri ketika merespon.
Untuk mengembangkan lebih lanjut hasil temuan, para peneliti menggabungkan temuan terbaru dengan hasil tahun 2015. Hasilnya, titik khusus pada lagu dapat ditemukan berada di bagian atas lobus temporal, dekat daerah yang biasanya membuat kita memahami bahasa dan musik.
Tempat itu menunjukkan bahwa populasi khusus lagi mungkin merespon fitur seperti nada yang dirasakan, atau interaksi antara kata dan nada yang dirasakan, sebelum akhirnya mengirim informas kepada bagian otak lain untuk diproses.
"Banyak orang telah melakukan ECoG selama 10 atau 15 tahun terakhir, tetapi selalu dibatasi oleh masalah jarangnya rekaman ini," Josh McDermott berpendapat. Dia adalah rekan peneliti yang menjadi penulis senior studi dari MIT.
"Sam benar-benar orang pertama yang menemukan cara untuk menggabungkan peningkatan resolusi rekaman elektroda dengan data fMRI untuk mendapatkan lokalisasi yang lebih baik dari keseluruhan tanggapan."