Mengurai Benang Kusut di Balik Perselisihan Rusia dan Ukraina

By Sysilia Tanhati, Senin, 21 Februari 2022 | 16:00 WIB
Saat ini, pasukan Rusia kembali berkumpul di perbatasan Ukraina, garis patahan yang mencerminkan sejarah wilayah yang penuh gejolak. (Dhārmikatva/Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Berabad-abad pertumpahan darah, dominasi asing, dan perpecahan internal membuat Ukraina berada dalam posisi genting antara Timur dan Barat. Kini, berita tentang ancaman invasi Rusia ke Ukraina terus mendominasi. Mengurai benang kusut di balik perselisihan Rusia dan Ukraina harus dilakukan dengan melihat kembali sejarah keduanya.

Baik Rusia maupun Ukraina saling berbagi warisan bersama. Sekitar seribu tahun yang lalu, Kiev merupakan tempat kelahiran Ukraina dan Rusia. Kini tempat itu menjadi ibukota Ukraina.  

Pada tahun 988 M, Vladimir I, pangeran pagan Novgorod dan pangeran besar Kiev, bergabung dengan Kristen Ortodoks. Kedua pangeran itu dibaptis di kota Chersonesus di Krimea. Karena alasan itu, pemimpin Rusia Vladimir Putin baru-baru ini menyatakan, “Rusia dan Ukraina adalah satu orang, satu kesatuan.”

Namun selama 10 abad terakhir, Ukraina berulang kali ‘dirusak’ oleh kekuatan yang bersaing. Prajurit Mongol dari timur menaklukkan Kyivan Rus pada abad ke-13. Pada abad ke-16 tentara Polandia dan Lituania menyerbu dari barat.

Perang antara Persemakmuran Polandia-Lithuania dan Kekaisaran Rusia membawa wilayah ke timur Sungai Dnieper di bawah kendali Kekaisaran Rusia. Bagian timur dikenal sebagai "Tepi Kiri" Ukraina; tanah di sebelah barat Dnieper atau "Tepi Kanan", diperintah oleh Polandia. Ini terjadi pada abad ke-17.

Lebih dari satu abad kemudian, pada tahun 1793, tepi kanan (barat) Ukraina diambil paksa oleh Kekaisaran Rusia. Selama tahun-tahun berikutnya, sebuah kebijakan yang dikenal sebagai Russification melarang penggunaan bahasa Ukraina. Penduduknya pun dipaksa untuk pindah ke agama Ortodoks Rusia.

Ukraina mengalami beberapa trauma terbesarnya selama abad ke-20. Setelah revolusi komunis tahun 1917, Ukraina adalah salah satu dari banyak negara yang terlibat dalam perang saudara brutal. Ini terjadi sebelum Ukraina sepenuhnya ditarik ke dalam Uni Soviet pada tahun 1922.

Pada awal tahun 1930-an, untuk memaksa petani bergabung dengan pertanian kolektif, pemimpin Soviet Joseph Stalin menciptakan bencana kelaparan. Ini tentu mengakibatkan kelaparan dan kematian jutaan orang Ukraina.

Setelah itu, Stalin mengimpor sejumlah besar orang Rusia dan warga negara Soviet lainnya untuk membantu mengisi kembali penduduk di timur. Sebagian besar dari pendatang itu tidak memiliki kemampuan berbahasa Ukraina dan hanya memiliki sedikit ikatan dengan wilayah tersebut.

Warisan sejarah ini menciptakan garis patahan yang bertahan lama. Ukraina timur berada di bawah kekuasaan Rusia jauh lebih awal daripada Ukraina barat. Ini menyebabkan orang-orang di timur memiliki ikatan yang lebih kuat dengan Rusia. Mereka cenderung mendukung para pemimpin yang condong ke Rusia.

Baca Juga: Kontroversi Kematian Rasputin, Rahib Gila Kepercayaan Tsar Nicholas II

Baca Juga: Setelah 61 Tahun, Pemakaman Sadis Tsar Nicholas II Akhirnya Terungkap

Ukraina Barat, sebaliknya, menghabiskan waktu berabad-abad di bawah kendali pergeseran kekuatan Eropa seperti Polandia dan Kekaisaran Austro-Hungaria. Maka Ukraina Barat cenderung mendukung yang condong ke politik barat. Populasi timur cenderung lebih berbahasa Rusia dan Ortodoks, sementara bagian barat lebih berbahasa Ukraina dan Katolik.

Dengan runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Ukraina menjadi negara merdeka. Tetapi menyatukan negara terbukti merupakan tugas yang sulit. Pertama, “rasa nasionalisme Ukraina Timur tidak sedalam seperti di Ukraina Barat,” kata mantan duta besar untuk Ukraina Steven Pifer. Transisi ke demokrasi dan kapitalisme menyakitkan dan kacau. Banyak orang Ukraina, terutama di timur, mendambakan stabilitas seperti era sebelumnya.

"Kesenjangan terbesar setelah semua faktor ini adalah antara mereka yang memandang Kekaisaran Rusia dan pemerintahan Soviet. Ada yang melihatnya dengan lebih simpatik dan ada yang menganggapnya sebagai tragedi," ungkap Adrian Karatnycky, pakar Ukraina. Celah-celah ini terungkap selama Revolusi Oranye 2004. Saat itu, ribuan orang Ukraina berbaris untuk mendukung integrasi yang lebih besar dengan Eropa.

Pada peta ekologi, Anda bahkan dapat melihat pemisahan antara bagian selatan dan timur dan wilayah utara barat. Wilayah selatan dan timur, dikenal sebagai stepa, memiliki tanah pertanian subur. Sedangkan wilayah utara dan barat, yang lebih berhutan, kata Serhii Plokhii, direktur Institut Penelitian Ukraina.

Plokhii mengatakan peta yang menggambarkan demarkasi antara padang rumput dan hutan memiliki "kemiripan yang mencolok" dengan peta politik. Ini dapat dilihat saat pemilihan presiden Ukraina pada tahun 2004 dan 2010.

Krimea diduduki dan direbut dengan paksa wilayahnya oleh Rusia pada tahun 2014. Diikuti dengan pemberontakan separatis di wilayah Ukraina timur Donbas. Pemberontakan ini menghasilkan deklarasi Republik Rakyat Luhansk dan Donetsk yang didukung Rusia.

Saat ini, pasukan Rusia kembali berkumpul di perbatasan Ukraina, garis patahan yang mencerminkan sejarah wilayah yang penuh gejolak.