Pekerjaan Terkutuk di Abad ke-17: Pemakan Dosa Orang yang Meninggal

By Sysilia Tanhati, Selasa, 22 Februari 2022 | 16:00 WIB
Seorang pemakan dosa datang untuk berkabung bersama keluarga yang ditinggalkan. Selain itu, mereka juga 'memakan' dosa orang yang meninggal. (Jean-Frédéric Bernard/Wellcome Collection)

Tugasnya begitu mengerikan, mengapa ada yang mau melakukan pekerjaan ini?

Ketika penulis perjalanan Catherine Sinclair mengunjungi Monmouthshire pada abad ke-19, dia mencatat bahwa pemakan dosa menghadiri banyak pemakaman lokal. Menurutnya, orang-orang itu adalah kafir yang berani melakukan penipuan.

Jadi, siapa sebenarnya pemakan dosa itu? Sebagian besar dari mereka adalah orang miskin, pengemis, atau pecandu alkohol. Mereka melakukan apa saja untuk beberapa dolar dan makanan. Namun, sebagai ganti dari pekerjaan itu, mereka menjadi orang buangan masyarakat.

Pemakan dosa benar-benar dibenci di lingkungan sekitar, mereka dianggap sebagai paria atau kelompok yang hina dina.

Miskin dan menanggung beban dosa orang lain, mereka terpaksa hidup sendiri. Penduduk desa bahkan tidak mau bertatap mata atau berurusan dengan mereka. Pemakan dosa juga harus berhati-hati karena pekerjaan mereka tidak disukai oleh gereja.

Namun tidak semuanya bekerja untuk uang. Richard Munslow, pemakan dosa terakhir, diduga melakukan tradisi ini karena kesedihan. Seorang petani mapan, ia mulai menjadi pemakan dosa setelah tiga anaknya meninggal. Ketika Munslow sendiri meninggal pada tahun 1906, ia membawa tradisi ini bersamanya.

Tradisi makanan di pemakaman dari berbagai budaya

Meskipun pemakan dosa terakhir meninggal pada tahun 1906, praktik pemakan dosa menggarisbawahi sesuatu yang menarik tentang ritual. Hingga saat ini, makanan tetap menjadi bagian penting dari ritual berkabung.

Beberapa tradisi memiliki kemiripan yang kuat dengan pemakan dosa. Di Tiongkok, misalnya, dosa atau kejahatan orang yang sudah meninggal terkadang secara ritual dipindahkan ke makanan. Makanan ini kemudian dikonsumsi oleh keluarga yang ditinggalkan.

Dan pada awal abad ke-20, keluarga di Bavaria diduga menaruh 'kue mayat' pada almarhum, yang kemudian dimakan oleh kerabat terdekat.

Budaya lain telah memasukkan makanan dengan cara yang lebih halus. Di Italia, pelayat mengonsumsi kue berbentuk seperti tulang dan organ ‘ossi di morti’ atau tulang orang mati. Orang Jerman sering mengakhiri pemakaman dengan leichenschmaus, atau pesta pemakaman. Seringkali, mereka menikmati zuckerkuchen atau kue gula.

Pada akhirnya, memakan dosa menjadi tradisi yang menarik, aneh, dan bermakna mendalam. Tradisi ini bercerita banyak tentang bagaimana manusia menghadapi kematian dan akhirat.

Karena itu Richard Munslow pantas menerima cinta dan perhatian setelah seabad kematiannya. Pada 2010, penduduk setempat di Ratlinghope bekerja sama untuk merevitalisasi makamnya.

“Kuburan ini sekarang dalam kondisi perbaikan yang sangat baik,” kata Pendeta Norman Morris, vikaris kota. "Tapi saya tidak punya keinginan untuk mengembalikan ritual yang menyertainya," tuturnya.

Baca Juga: Perdana, Temuan Kayu dari Situs Zaman Neolitikum di Orkney, Skotlandia

Baca Juga: Fosil Tertua di Dunia Ditemukan di Skotlandia, Usianya 1 Miliar Tahun