Revolusi Februari, Kepayahan Tsar Nicholas II dalam Memimpin Rusia

By Galih Pranata, Rabu, 23 Februari 2022 | 09:00 WIB
Foto diambil pada 26 Februari 1917 selama Revolusi Februari di St. Petersburg, Rusia. (World Atlas)

Akibatnya, yang terjadi adalah kekalahan Rusia atas Jepang yang membuat Nicholas II tak lagi dipercaya sebagai sosok tsar dan pemimpin yang tepat, yang dibutuhkan Rusia.

"Ketidakpuasan di Rusia semakin tumbuh ketika makanan menjadi langka, tentara menjadi lelah berperang, dan kekalahan yang menghancurkan di front timur, menunjukkan kepemimpinan tsar yang tidak efektif," imbuhnya.

Saat perang terus berlanjut, kualitas dan efektivitas pemerintahan Kekaisaran Rusia dipertanyakan. Kepergian Nicholas II ke garis depan membuat istrinya, Tsarina Alexandra, memegang kendali.

"Alexandra tidak terlalu populer di Rusia. Dia pendiam dan canggung di depan umum. Lebih penting lagi, dia adalah seorang putri Jerman dan beberapa orang curiga di sini letak kesetiaan dalam perang," ungkap BBC dalam artikelnya.

Baca Juga: Mengurai Benang Kusut di Balik Perselisihan Rusia dan Ukraina

Baca Juga: Kontroversi Kematian Rasputin, Rahib Gila Kepercayaan Tsar Nicholas II

"Ia bertekad bahwa tidak ada anggota pemerintahan kekaisaran yang boleh berada dalam posisi yang cukup kuat untuk menantang otoritas suaminya yang tercinta," lanjutnya. 

Maka dari itu, Alexandra menunjuk menteri yang tidak terlalu mengancam, terkadang tidak kompeten, untuk melengserkan kekuasaan suaminya. Akibatnya, di masa perang, para menteri yang tak kompeten menyebabkan bencana bagi monarki dan bagi Rusia.

Akibat ketidakpuasan dan ketidakpercayaan lagi terhadap kepemimpinan Nicholas II sebagai tsar, sejumlah gerakan pemberontakan mulai berlangsung sejak Maret (Februari dalam penanggalan Rusia) 1917.

Sejumlah pergerakan itu menyebabkan kehancuran bagi rezim Nicholas II. Bahkan, ketika rezimnya mengalami kehancuran total, Nicholas II masih menunjukkan ketidakmampuannya untuk menghadapi kenyataan.