Para Ahli Kembangkan Bakteri Ini untuk Mengubah Karbon Dioksida

By Maria Gabrielle, Rabu, 23 Februari 2022 | 14:00 WIB
Ilustrasi rekayasa bakteri. (Justin Muir)

Nationalgeographic.co.id—Bakteri merupakan mikroorganisme atau organisme berukuran mikroskopik. Mereka kerap dikaitkan dengan hal-hal negatif, namun faktanya bakteri mempunyai banyak peranan positif. Contoh mudahnya adalah bakteri Lactobacillus bulgaricus yang biasa digunakan dalam proses pembuatan yogurt.

Dilansir dari Scitechdaily, nampaknya keterlibatan bakteri bisa menjadi salah satu cara untuk melawan pemanasan global. Para peneliti dari Universitas Northwestern dan LanzaTech di Illinois, Amerika Serikat telah memanfaatkan bakteri untuk memecah limbah karbon dioksida untuk menghasilkan bahan kimia industri yang mempunyai nilai ekonomis.

Studi mereka telah dipublikasikan pada laman Nature Biotechnology dengan judul Carbon-negative, scaled-up production of acetone and isopropanol by gas fermentation pada 21 Februari 2022. Dalam makalahnya dijelaskan bahwa mereka memilih, merekayasa serta mengoptimalkan bakteri untuk mengubah CO2 atau karbon dioksida menjadi aseton dan isopropanol.

Dengan adanya bakteri tersebut, pengunaan bahan bakar fosil yang biasanya digunakan dalam proses produksi aseton dan isopranol dapat dihindari. Perlu diketahui, bahan kimia aseton dan isopranol dapat ditemukan hampir di semua tempat. Nilai pasar global dari dua bahan kimia industri tersebut mencapai 10 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar 143 triliun rupiah.

Isopranol banyak digunakan sebagai disinfektan dan antiseptik. Itu adalah bahan kimia dasar untuk salah satu dari dua formula pembersih yang sangat efektif dan direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia dalam membunuh virus SARS-CoV-2. Sedangkan aseton sendiri digunakan untuk melarutkan banyak jenis plastik dan serat sintetis, resin poliester yang tipis, cairan pembersih, dan penghilang cat kuku.

Meskipun kedua bahan kimia itu sangat berguna, mereka dihasilkan menggunakan sumber daya fosil. Hal ini mengakibatkan pengeluaran emisi karbon dioksida yang berkontribusi dalam pemanasan global dan perubahan iklim.

Proses "fermentasi gas" dapat menghilangkan gas rumah kaca dari atmosfer. Terkait dengan hal tersebut setelah melakukan berbagai analisa, tim menemukan apabila metode ini digunakan secara masif, dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 160 persen. Lebih efektif jika dibandingkan dengan metode konvensional.

"Krisis iklim yang semakin meningkat dikombinasikan dengan pertumbuhan populasi yang cepat, menimbulkan beberapa tantangan paling mendesak bagi umat manusia, semua terkait dengan pengeluaran dan akumulasi karbon dioksida yang tak henti-hentinya di seluruh biosfer,” kata Michael Jewett, Profesor Teknik Kimia dan Biologi di Fakultas Teknik McCormick Universitas Northwestern, yang merupakan salah satu penulis senior studi tersebut.

Michael juga menjelaskan dengan menggunakan kapasitas mereka untuk memanfaatkan ilmu biologi dengan tujuan membuat apa yang dibutuhkan, di mana dan kapan, secara berkelanjutan dan terbarukan, mereka dapat mulai memanfaatkan karbon dioksida yang ada untuk mengubahnya menjadi bioekonomi.

Baca Juga: Sains Terbaru: Ternyata Ada 'Pesta Seks' Bakteri di Usus Kita

Baca Juga: Hasil Studi: Tubuh Gunakan Simpanan Lemak untuk Melawan Infeksi

Untuk memproduksi bahan kimia ini secara lebih berkelanjutan, para peneliti mengembangkan proses baru fermentasi gas. Mereka mulai dengan Clostridium autoethanogenum, bakteri anaerob yang direkayasa di LanzaTech. Kemudian, para peneliti menggunakan alat biologi sintetis untuk memprogram ulang bakteri untuk memfermentasi karbon dioksida untuk membuat aseton dan isopropanol.