Perbedaan gaya kognitif dan tingkat ancaman eksistensial yang dirasakan juga dapat berkontribusi. Studi masa depan dapat lebih mengeksplorasi hubungan sebab akibat potensial ini.
Baca Juga: Kaum Ateis dan Agnostik di Indonesia Dibayangi Hantu-hantu Stigma
Baca Juga: Orang Religius Meningkat Tahun 2050, Bagaimana Agnostik dan Ateis?
Baca Juga: Kajian Eksistensi Tao Sebagai Suatu Agama di Negara Indonesia
Temuan ini menunjukkan bahwa gagasan yang tersebar luas bahwa ateis tidak bermoral tidak sepenuhnya benar. Gagasan itu dapat muncul sebagian dari dukungan mereka yang lemah terhadap nilai-nilai moral yang mempromosikan kohesi kelompok dan penilaian tindakan moral kasus per kasus yang berbasis konsekuensi.
Menurutnya, orang ateis lebih cenderung membuat penilaian moral tentang kerugian pada konsekuensialis, kasus per kasus
"Pesan yang paling umum untuk diambil dari studi ini adalah bahwa orang yang tidak percaya pada Tuhan memiliki kompas moral. Faktanya, mereka memiliki banyak masalah moral yang sama dengan yang dimiliki oleh penganut agama," kata Ståhl dikutip Science Daily.
"Seperti kekhawatiran tentang keadilan. , dan tentang melindungi individu yang rentan dari bahaya. Namun, orang-orang ateis kurang cenderung daripada orang percaya untuk mendukung nilai-nilai moral yang melayani kohesi kelompok, seperti menghormati otoritas, kesetiaan dalam kelompok, dan kesucian."