Mangrove dan Lamun sebagai Benteng Alam untuk Melawan Krisis Iklim

By National Geographic Indonesia, Jumat, 25 Februari 2022 | 17:00 WIB
Mangrove di Rajaampat. Nusantara memiliki tanaman pesisirnya yang memiliki potensi menyelematkan Bumi dari krisis iklim, seperti mangrove dan lamun. Kedua tanaman ini berperan sebagai penyumbang cadangan karbon biru. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Oleh Fikri Muhammad

Nationalgeographic.co.id—Setiap kehidupan secara alami menghasilkan karbon. Namun, peradaban manusia telah meninggalkan jejak karbon terbanyak di Bumi, yang memicu krisis iklim. Dampaknya beragam, dari meningkatnya muka air laut sampai mengancam pangan dan kesehatan kita. Apa yang harus kita upayakan?

Nusantara memiliki tanaman pesisirnya yang memiliki potensi menyelematkan Bumi dari krisis iklim, seperti mangrove dan lamun. Kedua tanaman ini berperan sebagai penyumbang cadangan karbon biru.

Karbon biru merupakan karbon yang ditangkap dan disimpan di samudra dan ekosistem pesisir, Ahli lingkungan menyebutnya "biru" karena merujuk tempat terbentuknya yang berada di bawah air.

Mangrove dan lamun telah diakui perannya dalam mitigasi krisis iklim. Ekosistem ini juga memberikan manfaat untuk perlindungan pesisir dan ketahanan pangan bagi banyak masyarakat.

Akan tetapi, jika ekosistem mangrove dan lamun mengalami degradasi atau rusak, kapasitas penyerapan karbonnya akan hilang atau cadangan karbonnya terlepas. Akibatnya, emisi karbondioksida meningkat. Tingkat hilangnya ekosistem mangrove dan lamun saat ini dapat menghasilkan 0,15-1,02 miliar ton karbon yang dilepaskan setiap tahun. Meskipun gabungan luas global mangrove, rawa pasang surut, dan padang lamun hanya setara dengan 2 sampai 6 persen dari total luas hutan tropis, degradasi sistem ini menyumbang sekitar 3 sampai 19 persen emisi karbon dari deforestasi global.

Menurut ilmuwan CIFOR, Daniel Murdiyarso, mangrove adalah “komunitas tanaman yang tumbuh di air asin dan di bawah kisaran pasang surut yang luas.” Itulah gambaran yang jelas dan sederhana tentang ekosistem yang rumit dan beragam. Istilah ‘mangrove’ tidak hanya mengacu pada jenis pohon yang tumbuh subur di pesisir tetapi juga pada bioma yang mereka asuh dan dukung.

Mangrove pada dasarnya adalah komunitas pohon dan semak yang toleran terhadap garam yang berevolusi untuk tumbuh subur di perairan pasang surut yang dangkal dan miskin oksigen. Tanaman ini juga menyediakan habitat yang kaya bagi banyak spesies lain, dan seringkali menciptakan penghalang kuat melawan amukan lautan. Tanaman ini ditemukan di perairan pasang surut, baik di muara sungai, cekungan dekat pantai, atau di sepanjang garis pantai yang dangkal. Hampir seperempat dari semua mangrove tumbuh di sekitar pulau-pulau di kepulauan Indonesia, di mana mereka menutupi 2,9 juta hektar garis pantai.

Sementara lamun, menurut WWF, adalah rerumputan yang hidup di daerah dangkal dan terlindungi di sepanjang pantai kita. Rerumputan pesisir ini merupakan anggota tumbuhan monokotil, berbunga, berdaun, berbunga. Akar rimpang yang dimiliki lamun membuatnya bisa bertahan dari empasan ombak.

Lamun amat penting untuk kesehatan laut dan dapat membantu mengatasi masalah lingkungan. Lamun menangkap karbon hingga 35 kali lebih cepat daripada hutan hujan tropis. Meskipun ekosistemnya hanya mencakup 0,2 persen dasar laut, lamun menyerap 10% karbon laut setiap tahun, menjadikannya alat yang luar biasa dalam memerangi krisis iklim.

Mangrove dan lamun juga menjadi tempat pembibitan ikan yang penting bagi satwa liar yang terancam punah seperti kuda laut, serta banyak ikan yang kita makan.

Baca Juga: Tidak Cukup Menanam, Perlu Keragaman Hayati Supaya Mangrove Lestari