Lewat Buku dan Alam, Anak-Anak Wakatobi Belajar Pelestarian Mangrove

By Utomo Priyambodo, Kamis, 3 Maret 2022 | 15:00 WIB
Siswa SDN Waitii, Kecamatan Tomia, Kabupaten Wakatobi melakukan pengamatan lapangan dengan panduan buku “Panduan Pendekar Lingkungan, Penjaga Mangrove Wakatobi”. (La Ode Arifudin/YKAN)

Nationalgeographic.co.id—Pemerintah Kabupaten Wakatobi bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Balai Taman Nasional Wakatobi menggelar sosialisasi dan uji coba buku "Panduan Pendekar Lingkungan, Penjaga Mangrove Wakatobi" di sejumlah SD dan SMP di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, selama bulan Februari 2022. Sosialisasi dan uji coba penggunaan buku ini dilakukan untuk mengenalkan upaya menjaga lingkungan, terutama mangrove, pada para pelajar sejak dini.

Buku ini mengupas salah satu kekayaan alam Kabupaten Wakatobi yang harus dilestarikan, yaitu mangrove. Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem terpenting pada kawasan pesisir.

Kawasan hutan mangrove Kabupaten Wakatobi tersebar di lima pulau, yakni Pulau Wangi-wangi, Pulau Kapota, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko. Menurut data tahun 2017 dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi, total luas kawasan hutan mangrove di Wakatobi adalah 1.914,87 hektare.

"Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada YKAN yang telah bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Wakatobi dan Dinas Pendidikan Kabupaten Wakatobi untuk menyusun buku ini dan menjadi sumbangsih bagi dunia pendidikan di Kabupaten Wakatobi," ujar Bupati Wakatobi Haliana dalam kata pengantar buku tersebut.

"Besar harapan kami semoga isi dan pesan yang terkandung dalam buku ini, selain dapat menambah khazanah tentang ilmu pengetahuan, juga dapat memberikan pesan pelestarian sumber daya alam khususnya mangrove yang ada di wilayah Kabupaten Wakatobi," imbuhnya.

Siswa SDN Teewali, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi melakukan pengamatan lapangan dengan panduan buku “Panduan Pendekar Lingkungan, Penjaga Mangrove Wakatobi. (La Ode Arifudin/YKAN)

Jasmina, guru SDN Teewali di Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi yang telah membaca dan menggunakan buku ini, mengatakan bahwa buku ini sangat bagus karena mengajak para siswa untuk mengenal potensi sumber daya alam yang ada di sekitarnya, "sekaligus upaya menjaganya agar tetap lestari."

"Materinya juga sangat mudah dipahami dan dipraktikkan oleh para siswa,” terang Jasmina.

Dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, para siswa dapat menganalisis berbagai tantangan konservasi mangrove yang ada di sekitar mereka. Selain itu, dengan berpedoman pada buku ini, mereka juga dapat memahami cara mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Baca Juga: Tim Peneliti Belanda: Mangrove di Pesisir Jawa Dibekap Sampah Plastik

Baca Juga: Mangrove dan Lamun sebagai Benteng Alam untuk Melawan Krisis Iklim

Baca Juga: Hutan Mangrove Jadi Sorotan Saat Jokowi Mengunjungi Tahura Ngurah Rai

  

Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman mengatakan bahwa di wilayah pesisir, masyarakat sangat bergantung pada jasa lingkungan yang disediakan oleh ekosistem mangrove. "Jika dikelola secara efektif dan berkelanjutan, mangrove dapat menjadi sumber penghidupan, serta berkontribusi pada ketahanan pangan dan sosial," katanya.

"Pada kondisi ini, mengenalkan upaya untuk melestarikan mangrove kepada anak-anak lewat kegiatan pendidikan lingkungan hidup menjadi amat penting," tegas Ilman.

Siswa SDN Teewali, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi membaca buku “Panduan Pendekar Lingkungan, Penjaga Mangrove Wakatobi.” (La Ode Arifudin/YKAN))

Jasa lingkungan dari hutan magrove yang dimaksud adalah memberikan perlindungan terhadap garis pantai dari abrasi. Sebagai contoh, banyak infrastruktur dan bangunan di dekat laut, misalnya rumah-rumah warga, secara tidak langsung dilindungi oleh mangrove tersebut.

Selain mencegah abrasi, mangrove juga mampu menyimpan karbon tiga hingga lima kali lebih banyak dari hutan di darat. Mangrove juga membentuk ekosistem unik, dengan menyediakan tempat berkembang biak dari biota-biota laut, sekaligus menjadi tempat persinggahan dari burung-burung yang bermigrasi.

Kawasan hutan mangrove yang sehat akan menyediakan populasi ikan yang sehat serta ekonomi perikanan yang berkelanjutan. Industri pariwisata juga bisa menjadi hutan mangrove sebagai daya tarik yang berkembang yang meningkatkan ekonomi lokal.

Banyak hutan mangrove Indonesia yang sudah menjadi tempat wisata. Misalnya di Surabaya, Jakarta, dan bahkan juga di luar pulau Jawa. Jadi, ekosistem mangrove di Wakatobi pun berpotensi besar untuk menjadi sumber penghidupan masyarakat di sekitarnya, baik untuk bidang perikanan maupun pariwisata.