Para Ilmuwan AS Menemukan Cara Virus Memicu Penyakit Autoimun

By Maria Gabrielle, Jumat, 4 Maret 2022 | 14:00 WIB
Impresi seniman tentang virus pada sel darah. Dalam sebuah penelitian terkini, para ilmuwan menjabarkan bagaimana cara virus yang sebelumnya tidak diketahui memicu autoimunitas. (Scitechdaily)

Nationalgeographic.co.id—Autoimun adalah kondisi di mana sistem kekebalan penderita menyerang tubuh mereka sendiri. Penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis dan diabetes tipe satu merupakan contoh penyakit bawaan autoimun.

Sejauh ini para ilmuwan telah berhasil mengidentifikasi faktor-faktor genetik yang membuat orang-orang beresiko mengidap autoimun. Namun, faktor lingkungan yang memicu nampaknya lebih sulit untuk dipahami.

Dilansir dari Scitechdaily, para ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis, Amerika Serikat, telah menemukan infeksi virus dapat memicu proses destruktif. Proses ini sendiri berpuncak pada autoimunitas yang muncul lama setelah infeksi.

Para peneliti menyelidiki dampak infeksi virus pada sel T atau sel kekebalan pada tikus. Sel tersebut mempunyai peran penting dalam banyak kondisi autoimun. Dalam penelitiannya, mereka menunjukan bahwa murine roseolovirus menginfeksi timus, organ di mana sel T yang dapat merusak jaringan diidentifikasi dan disingkirkan. Berbulan-bulan lamanya setelah infeksi terjadi, tikus mulai memiliki penyakit autoimun pada perut yang didorong oleh sel T yang merusak diri sendiri.

Penelitian mereka telah diterbitkan di laman Journal of Experimental Medicine dengan judul Disruption of thymic central tolerance by infection with murine roseolovirus induces autoimmune gastritis pada 28 Februari 2022. Dalam makalahnya dibeberkan bagaimana cara virus yang sebelumnya tidak diketahui, memicu autoimunitas.

Berdasarkan hal itu para peneliti berpendapat penelitian lebih lanjut harus dilakukan terhadap roseolovirus manusia yang merupakan kerabat roseolovirus murine. Diduga virus tersebut sebagai kemungkinan penyebab autoimunitas pada manusia.

“Sangat sulit untuk menemukan pelaku kejahatan yang bahkan tidak pernah ada di TKP. Sebagai dokter, kami sering melihat langsung ke jaringan yang sakit dan jika tidak menemukan virus, kami menyimpulkan bahwa penyakit itu bukan disebabkan oleh virus. Namun, di sini kami memiliki situasi di mana dampak dari virus merusak di tempat lain yang berbeda," kata penulis senior Wayne M. Yokoyama, MD.

Yokoyama juga menjelaskan virus ini masuk ke timus di mana sel T menjalani proses untuk memilih sel-sel yang berguna untuk pertahanan kekebalan tetapi juga menyingkirkan sel T yang mungkin dapat merusak jaringan tubuh.

Dia menemukan bahwa seluruh proses tersebut yang disebut toleransi sentral, terpengaruh oleh virus. Sel T yang seharusnya tidak meninggalkan timus, malah tersingkarkan dan mereka menempati perut selama berbulan-bulan. Lalu menyebabkan penyakit autoimun di lokasi yang tidak pernah terinfeksi virus.

Perlu diketahui, roseolovirus manusia dan tikus adalah anggota dari keluarga virus herpes. Pada manusia, roseolovirus menyebabkan roseola, penyakit ringan pada masa kanak-kanak yang disertai demam dan ruam selama beberapa hari.

Kebanyakan orang telah terinfeksi setidaknya satu roseolovirus pada saat mereka mulai masuk taman kanak-kanak. Seperti virus herpes lainnya, roseolovirus menyebabkan infeksi seumur hidup, meskipun virus tidak aktif dan jarang menimbulkan gejala setelah infeksi awal.

Para ilmuwan telah lama menduga bahwa roseolovirus mungkin terkait dengan autoimunitas. Tetapi keberadaan virus di mana-mana membuat penyelidikan semacam itu menjadi sulit. Sulit untuk mencari perbedaan antara orang yang terinfeksi dan tidak terinfeksi ketika hampir semua orang pernah terinfeksi saat masih kecil.