Indra Penciuman Hilang Saat COVID-19, Tanda Ada Penyusutan Materi Otak

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 9 Maret 2022 | 15:00 WIB
Otak kita bisa menyusut karena infeksi COVID-19. Penyusutan ini terjadi pada materi bagian otak yang berhubungan dengan indra penciuman dan memori. (SciTechDaily)

"Kita perlu ingat bahwa otak itu benar-benar mudah berubah--maksudnya bisa menyembuhkan dirinya sendiri--jadi ada kemungkinan besar, seiring waktu, efek berbahaya dari infeksi akan berkurang," kata Douaud di BBC.

Namun, hal paling signifikan terkait hilangnya materi abu-abu terletak di area penciuman, meski belum diketahui jelas oleh para peneliti bagaimana penyerangannya. Mereka juga tidak tahu apakah semua varian virus corona apa yang menyebabkan demikian.

Douaud dan tim memandang, hilangnya informasi sensorik ini berpotensi menjelaskan kerusakan otak yang diamati. Mereka menimbang, mungkin virus corona dapat menginfeksi otak secara langsung atau virus dapat meicu respons imun inflamasi yang merusak otak secara tidak langsung.

  

Baca Juga: Butuh Booster Vaksin Untuk Menangkal Serangan Omicron yang Parah

Baca Juga: Alfa hingga Delta: Bagaimana Bisa Virus Corona Memiliki Banyak Varian? 

   

"Saya tidak tahu bahwa ada sesuatu yang menunjukkan satu atau lain cara pada saat ini," Jessica Bernard, ilmuwan saraf di Texas A&M University yang tidak terlibat dalam penelitian ini, berpendapat di Live Science tentang makalah ini. "Saya pikir jawabannya ada di udara."

Douaud mempertimbangkan, penelitian ini bisa dilanjutkan dengan pencitraan ulang dan pengujian para peserta dalam satu atau dua tahun.

Dia bersama tim juga mengingatkan bahwa temuan ini hanya jangka pendek, mengingat bahwa "meningkatkan kemungkinan tentang konsekuensi jangka panjang dari infeksi SARS-CoV-2 mungkin pada waktunya berkontribusi pada penyakit Alzheimer atau bentuk demensia lainnya."

Mengutip WGAL, ilmuwan saraf Richard Isaacson dari Florida Atlantic University Center for Brain Health yang tidak terlibat dalam penelitian ini berkomentar, temuan jangka panjang mungkin bisa ditemukan oleh para peneliti tetapi sulit ditentukan.

"Sangat sulit untuk mengetahui dampak klinis jangka panjang dan dampak kualitas hidup dalam situasi seperti ini," ujarnya. Sebab, ada banyak faktor lain yang bisa mempengaruhi otak, dan bisa saja terjadi pada para peserta yang kelak diteliti kembali.