Kesenian Srandul: Menjaga Keseimbangan Lingkungan Dengan Budaya

By Tri Wahyu Prasetyo, Senin, 14 Maret 2022 | 09:00 WIB
Srandul Suketeki Pentaskan 'Demang Katendang' di Tembi Rumah Budaya. Biasanya, kesenian srandul digelar bersamaan upacara bersih desa. Narasinya mampu menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk menjaga alam. (TEMBI RUMAH BUDAYA)

    

Biasanya kesenian ini dipentaskan di panggung yang berdiri pada halaman rumah atau tanah lapang. Satu putri dan sembilan laki-laki, menari sembari berdialog menggunakan tembang dan pantun yang syarat akan nasehat-nasehat kehidupan. “Gerak pada kesenian srandul masih sangat sederhana dan banyak menggunakan gerak-gerak spontan,” ungkap Supriyanto.

Pada musik pengiring, terdapat dua alat instrumen yang sangat penting yaitu kendang dan  jedor. Bagi masyarakat sekitar, kedua alat musik ini dianggap sebagai benda keramat. Setiap malam Jumat kliwon, alat musik tersebut diberi sesaji berupa bunga kenanga, mawar kantil, serata menyan.

Musik pengiring berupa gending mengacu pada lagu dolanan, “hal ini karena alat musik yang digunakan alat musik ritmik,” ujar Supriyanto. Lagu-lagu yang berkumandang untuk mengiringi srandul seperti, Cublak-cublak Suweng, Gundul-gundul Pacul, Lir-ilir, dan sebagainya.

Dalam pentasnya, kesenian srandul selalu mengembangkan cerita sesuai dengan kearifan lokalnya, alhasil pertunjukan ini terus mengalami perkembangan. Pada prinsipnya, makna cerita dari kesenian Srandul merupakan petuah-petuah hidup. Supriyanto mengatakan, hal yang ingin disampaikan dalam pertunjukan Srandul adalah pergaulan sosial yang dapat menciptakan suasana tentram, damai dalam kehidupan.

Kesenian srandul masih eksis hingga saat ini, bahkan keberadaanya tidak hanya di Gunungkidul saja. Pada beberapa lokasi juga memiliki kesenian serupa dengan ciri khas tersendiri sesuai dengan daerahnya.