Alih-alih Damai, Penikaman Julius Caesar Sebabkan Rebutan Kuasa Romawi

By Sysilia Tanhati, Selasa, 15 Maret 2022 | 08:00 WIB
Pembunuhan Julius Caesar oleh Senat Romawi justru menimbulkan perang saudara. Alih-alih mengutuknya sebagai seorang tiran, orang-orang meratapi Caesar sebagai seorang martir. ( Vincenzo Camuccini)

Nationalgeographic.co.id—Hari di mana Julius Caesar terbunuh dalam perjalanannya ke senar menjadi salah satu hari paling bersejarah di dunia.

Peristiwa Ides of March – 15 Maret dalam kalender modern – pada tahun 44 SM memiliki konsekuensi yang sangat besar bagi Roma. Ini memicu serangkaian perang saudara yang membuat Augustus menjadi Kaisar Romawi pertama.

Tapi apa yang sebenarnya terjadi pada tanggal terkenal ini? Jawabannya pastilah bahwa kita tidak akan pernah tahu secara detail atau pasti.

Tidak ada laporan saksi mata tentang kematian Caesar. Nicolaus dari Damaskus menulis catatan paling awal, mungkin sekitar tahun 14 M. Sementara beberapa orang percaya ia mungkin telah berbicara dengan saksi, namun tidak ada yang tahu pasti.

Konspirasi melawan Caesar

Institusi Romawi relatif stabil pada masanya, tetapi kekuatan militer dan dukungan rakyat dapat membuat ulang aturan dengan sangat cepat. Kekuasaan selalu diperebutkan.

Kekuatan pribadi Caesar yang luar biasa pasti akan membangkitkan oposisi. Romawi saat itu adalah republik. “Menyingkirkan kekuasaan raja yang sewenang-wenang dan sering disalahgunakan adalah salah satu tujuan pembentukan republik,” tutur Colin Ricketts dilansir dari laman History Hit.

Pada tahun 44 SM Caesar diangkat sebagai diktator tanpa batasan waktu. Orang-orang Romawi pasti melihatnya sebagai raja. Ia bahkan mungkin sudah dianggap sebagai dewa.

Veni Vidi Vici! Pesan sederhana ini dikirim oleh Julius Caesar ke Senat di Roma setelah kemenangan gemilang Raja Pharnaces dari Pontus. Sederhana namun menunjukkan arogansi sekaligus kompetensi militer yang hebat.

"Saya datang, saya melihat, saya menaklukkan!" juga mewakili masa depannya sebagai pemimpin Republik Romawi. Pada awalnya Caesar dipuji karena keterampilan militer dan kemampuannya untuk memimpin. Kemudian secara bertahap mulai membawa ketakutan ke dalam pikiran banyak orang di dalam maupun di luar Senat.

Inilah yang membuat lebih dari 60 orang Romawi berpangkat tinggi, termasuk Marcus Junius Brutus memutuskan untuk menyingkirkan Caesar. Mereka menyebut diri mereka “Pembebas” dan ambisi mereka adalah untuk memulihkan kekuatan Senat.

Ides of March

Nicolaus dari Damaskus mencatat bahwa para konspirator mempertimbangkan sejumlah rencana untuk membunuh Caesar. Mereka akhirnya memutuskan untuk menyerang di Senat, di mana toga mereka akan melindungi pedang mereka.

Desas-desus tentang rencana pembunuhan pun beredar. Beberapa teman Caesar mencoba menghentikannya pergi ke Senat. Dokternya khawatir dengan pusing yang dideritanya. Sstrinya, Calpurnia, mengalami mimpi buruk. Semua ini menjadi pertanda agar Caesar tidak pergi ke Senat. Namun Brutus meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.

Di Senat, salah satu komplotan, Tilius Cimber, mendekati Caesar dengan dalih memohon saudaranya yang diasingkan. Ia meraih toga Caesar untuk mencegahnya berdiri. “Ini juga sebagai tanda bagi yang lain untuk menyerang Caesar,” ungkap Colin.

Nicolaus menggambarkan adegan kacau dengan para pria saling melukai saat mereka berebut untuk membunuh Caesar. Begitu Caesar turun, lebih banyak konspirator bergegas masuk, mungkin ingin menorehkan jejak mereka dalam sejarah. Caesar dilaporkan ditikam sebanyak 23 kali.

Di saat-saat terakhir, Caesar melontarkan kata-kata terakhirnya yang terkenal, "Et tu, Brute?"

Imbas pembunuhan Caesar: ambisi republik menjadi bumerang, perebutan kekuasaan pun terjadi

Berharap diarak bagai pahlawan, para pembunuh berlari ke jalan-jalan mengumumkan kepada orang-orang Romawi bahwa mereka bebas.

Tapi Caesar sangat populer di antara rakyatnya, mereka terbiasa menyaksikan kemenangan militer Romawi. Dan juga diperlakukan dengan baik serta mendapatkan hiburan publik Caesar yang mewah. Pendukung Caesar siap menggunakan kekuatan rakyat ini untuk mendukung ambisi mereka sendiri.

Kematian Julius Caesar akhirnya memiliki dampak yang berlawanan dari apa yang diharapkan para pembunuhnya. Sebagian besar masyarakat Romawi membenci para senator karena pembunuhan itu.

   

Baca Juga: Kisah Augustus, Kaisar Romawi yang Merupakan Anak Angkat Julius Caesar

Baca Juga: Kaisar Romawi Nero: Apakah Dia Layak Mendapat Reputasi Pria Nakal?

Baca Juga: Sisi Lain Julius Caesar, Kaisar Romawi Kuno Dicap Pezina Buruk

    

Caesar mengerti bagaimana memelihara cinta rakyatnya. Prajuritnya dibayar dengan baik dan dia mengesahkan undang-undang membantu orang miskin. Termasuk melindungi mereka dari pejabat pemerintah yang kejam.

Setelah pembunuhan Caesar, serangkaian perang saudara untuk merebut kekuasaan pun terjadi.

Pada akhirnya, putra angkat Julius Caesar, Octavianus muncul sebagai pemimpin Romawi. Dia menamai dirinya sendiri Augustus Caesar. Pemerintahan Augustus menandai berakhirnya Republik Romawi dan dimulainya Kekaisaran Romawi.

Julius Caesar dikenang bukan sebagai orang yang haus kekuasaan tetapi sebagai seorang pemimpin besar. Bahkan banyak penguasa Romawi setelahnya mengambil gelar “Caesar”. Barry Strauss, penulis buku “The Death of Caesar” mencatat penggunaan kata Kaiser di Jerman dan Tsar di Rusia juga berasal dari kata Caesar.  

Alih-alih mengutuknya sebagai seorang tiran, orang-orang meratapi dia sebagai seorang martir. Kejeniusan Caesar dan simpatinya terhadap orang miskin terus hidup sementara perangnya melawan Republik mendukung pemerintahan satu orang dilupakan.