Jatuhnya Kekaisaran Romawi, Kenapa Lebih Cepat daripada Bizantium?

By Utomo Priyambodo, Selasa, 15 Maret 2022 | 16:00 WIB
Lukisan Jatuhnya Kekaisaran Romawi. (Thomas Cole/Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Penjelasan atas jatuhnya Kekaisaran Romawi tidak terhitung banyaknya. Sebagian dari penyebab jatuhnya Romawi tampaknya adalah kelemahan dalam perekonomiannya.

Salah satu kelemahan dari Kekaisaran Romawi adalah wilayahnya yang tiba-tiba berhenti berkembang begitu saja. Kekaisaran Romawi harus terus tumbuh untuk meningkatkan akses ke biji-bijian dan sumber daya alam untuk mendukung ekonominya. Begitu Kekaisaran Romawi berhenti tumbuh, mungkin tak terelakkan bahwa Roma akan kehabisan sumber daya.

Penyebab lainnya, sebagaimana dilansir Ancient Origins, adalah Kekaisaran Romawi sangat bergantung pada perdagangan jarak jauh dan rantai pasokan. Mayoritas biji-bijian yang diproduksi untuk memberi makan penduduk Kekaisaran Romawi ditanam baik di Tunisia atau Kartago modern, atau di Mesir.

Setelah Kekaisaran Romawi barat kehilangan kendali atas Kartago ke bangsa Vandal pada awal abad ke-5, kota Roma tidak dapat memberi makan penduduknya. Pada satu titik kota itu sebagian besar ditinggalkan karena kekurangan makanan. Hal yang sama mungkin bisa dikatakan terkait sumber daya yang lain juga.

Begitu Roma mulai kehilangan kendali atas provinsi-provinsi kritis, kekaisaran tidak mampu memberi makan penduduknya atau bahkan membayar tentaranya. Dapat dikatakan bahwa kekurangan sumber daya, khususnya produksi biji-bijian, membuat Kekaisaran Romawi rentan karena rantai pasokan yang menjadi sandarannya terganggu.

Bagaimanapun, masalah makan atau perekonomian adalah tulang punggung suatu negara maupun kerajaan. Jika perekonomian suatu negara bermasalah atau bahkan kolaps, maka masalah-masalah atau konflik lain hanya menunggu waktu untuk muncul berturut-turut hingga negara itu jatuh atau hancur.

Sebagai contoh kondisi sebaliknya, salah satu alasan Kekaisaran Romawi Timur, atau Kekaisaran Bizantium, dapat tetap utuh selama hampir seribu tahun lebih lama adalah karena ia mampu menjaga perekonomiannya tetap stabil. Kekaisaran Romawi Timur masih memiliki kendali atas Mesir, lumbung pangan Kekaisaran Romawi lainnya, sehingga Kekaisaran Bizantium dapat terus memberi makan penduduknya.

Pada saat Mesir ditaklukkan oleh orang-orang Arab pada abad ke-7, pertanian lokal cukup berkembang di Yunani dan Asia Kecil. Oleh karena itu, Kekaisaran Bizantium dapat terus mempertahankan dirinya meskipun kehilangan Mesir dan sebagian besar tanah timurnya.

  

Baca Juga: Marcus Cocceius Nerva, Kaisar Romawi Tua yang Sukses di Saat Krisis

Baca Juga: Akhir Pax Romana, Kebangkitan Kristen dan Runtuhnya Kekaisaran Romawi

Baca Juga: Krisis Kekaisaran Romawi pada Abad Ketiga: Bocah 14 Tahun Naik Takhta

   

Bagaimanapun, gangguan rantai pasokan pangan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan jatuhnya Roma. Runtuhnya Kekaisaran Romawi yang sekarat ini turut disebabkan oleh berbagai faktor lainnya, termasuk perang saudara, invasi terus-menerus, dan penurunan tingkat kelahiran.

Lebih jauh lagi, kekayaan Roma yang luas tidak terdistribusi secara merata. Sebagian besar kemewahan kehidupan Romawi hanya tersedia bagi orang-orang yang sangat kaya.

Kebanyakan orang hidup dalam kondisi yang jauh lebih miskin. Apartemen-apertemen Romawi rata-rata tidak memiliki pipa ledeng dan penuh sesak. Selain itu, jaringan perdagangan Roma yang luas tidak serta merta menguntungkan orang-orang miskin yang lebih rentan terhadap penyakit yang juga dibawa oleh perdagangan.

Jatuhnya Kekaisaran Romawi digunakan sebagai kisah peringatan dalam banyak hal. Terutama ketika menyangkut pentingnya menjaga ekonomi yang kuat dan seimbang untuk kelangsungan hidup sebuah peradaban.

Seberapa mirip situasi ekonomi peradaban modern dengan Romawi Kuno? Ini mungkin pertanyaan penting untuk dipikirkan.