Tsar Bomba, Bom Nuklir Terkuat yang Pernah Diledakan Milik Uni Soviet

By Maria Gabrielle, Sabtu, 19 Maret 2022 | 10:00 WIB
Penampakan bom nuklir Tsar Bomba. (Wkimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id - Terhitung sampai dengan tahun 2020, ada 13.400 senjata nuklir di seluruh dunia. Kebanyakan senjata nuklir dimiliki oleh Rusia dan Amerika Serikat, lalu dari kedua negara tersebut manakah yang mempunyai senjata nuklir terkuat?

Dilansir dari howstuffworks, sebuah pesawat pembom Tu-95 buatan Uni Soviet terbang menuju Novaya Zemlya pada 30 Oktober 1961. Novaya Zemlya yang merupakan kepulauan terpencil di Samudra Arktika itu kerap menjadi lokasi uji coba senjata nuklir Uni Soviet.

Bagi semua orang yang terlibat kala itu, 30 Oktober 1961 bukanlah hari biasa. Tu-95 membawa "penumpang" yang dipasangkan di bagian bawah perut pesawat karena tidak muat untuk diletakan di ruang penyimpanan nuklir "normal".

Perangkat berbentuk silindris dengan panjang delapan meter dan berat 27 ton itu memiliki nama resmi izdeliye 602 atau item 602. Namun, senjata ini lebih dikenal dengan nama Tsar Bomba atau The Emperor of Bombs (Kaisar Bomb). Julukan itu tidak berlebihan mengingat daya ledaknya yang diperkirakan mencapai 57 megaton. Sekitar 3.800 kali lebih kuat jika dibandingkan oleh bom atom dengan daya ledak 15 kiloton yang meluluhlantakkan Hiroshima tahun 1945.

Tsar Bomba sangat berbahaya dan oleh karena itu ia dijatuhkan dengan parasut. Hal tersebut dilakukan untuk melambatkan waktu jatuhnya dan memberikan kesempatan kru pesawat untuk segera terbang menjauhkan diri. Bom meledak pada ketinggian 13.000 kaki atau empat kilometer di atas target.

Ledakan yang dihasilkan begitu kuat hingga menghancurkan segala yang dilaluinya dalam radius 35 kilometer. Awan jamur hasil ledakan menjulang tinggi hampir menyentuh 200.000 kaki atau 60 kilometer. Tidak sampai di situ saja, rumah-rumah kayu hancur dan bangunan dari batu bata mengalami kerusakan di kota-kota Soviet kala itu yang berjarak 160 kilometer dari episentrum ledakan.

Tsar Bomba kembali menjadi pembicaraan hangat pada Agustus 2020. Itu disebabkan oleh Badan Usaha Milik Negara Rusia yang bergerak dibidang energi nuklir mengunggah rekaman ledakan Tsar Bomba di YouTube. Rekaman menunjukkan pemandangan udara dari ledakan dan awan jamur yang menjulang.

Salah satu juru kamera yang merekam peristiwa itu menggambarkan ledakan bom menciptakan kilatan putih kuat di atas cakrawala. Berselang cukup lama, dia mendengar suara dentuman berat, seolah-olah Bumi telah terbunuh.

Sementara itu, meningkatnya ketegangan antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat kala itu digadang-gadang menjadi penyebab dibuatnya Tsar Bomba. Pertemuan antara pemimpin dari kedua belah pihak, Nikita Khrushchev dan John F. Kennedy pada Juni 1961 di Wina berjalan buruk.

Krushchev memutuskan untuk melampiaskan rasa frustrasi dengan memamerkan kehebatan militernya. Sekaligus mengakhiri moratium informal uji coba nuklir antara Uni Soviet dan Amerika Serikat semenjak 1950-an dengan meledakan Tsar Bomba.

Pengujian ledakan Tsar Bomba memberi kesempatan bagi ilmuwan senjata Uni Soviet untuk mengembangkan bom hidrogen raksasa. Bom yang akan jauh lebih kuat dan besar daripada senjata paling kuat yang dimiliki Amerika Serikat.

"Pada waktu itu rudal yang mampu menyerang negara-negara yang jauh masih dalam masa perkembangan. Uni Soviet sendiri tidak memiliki banyak pembom strategis, sebaliknya Amerika Serikat memiliki banyak pesawat yang dapat menyerang pangkalan militer dekat dengan wilayah Soviet," jelas Nikolai Sokov, peneliti senior berafiliasi dengan James Martin Center for Nonproliferation Studies di Institut Studi Internasional Middlebury di Monterey, California, Amerika Serikat.

Nikolai Sokov menambahkan sangatlah masuk akal bagi Soviet untuk membuat Tsar Bomba. Jika Soviet hanya dapat mengirimkan satu, dua, atau tiga bom, bom-bom itu haruslah lebih kuat. Ilmuwan senjata Soviet mendorong gagasan itu dengan ekstrem. Awalnya mereka ingin membuat senjata dengan daya ledak 100 megaton dan tingkat radiasi yang tinggi. Namun, politisi Soviet mengkhawatirkan kontaminasi apabila senjata semacam itu diledakan.

"Oleh karena batasan itulah (Tsar Bomba) memiliki daya ledak yang dibatasi, jauh lebih dibatasi dari ide awal. Meskipun begitu, gelombang kejutnya sangatlah kuat dan mengelilingi Bumi hingga tiga kali," kata Sokov.

Walaupun upaya pembatasan agar ledakan bom tidak terlalu parah sudah dilakukan. Pihak berwenang Jepang menemukan tingkat radiasi tinggi dalam air hujan yang pernah terdeteksi. Selain itu mereka juga menemukan awan abu radioaktif yang tidak terlihat melayang ke timur melintasi Samudra Pasifik hingga Amerika Utara.

 Baca Juga: Tradisi Hitung Mundur Jelang Tahun Baru Berasal dari Uji Bom Atom

 Baca Juga: Telusur Awal Mula Penemuan hingga Percobaan Pertama Energi Nuklir

 Baca Juga: Para Mata-Mata yang Membocorkan Rahasia Bom Atom Ke Uni Soviet

Pada saat itu ilmuwan meyakinkan publik bahwa sebagian besar sisa-sisa dari ledakan Tsar Bomba akan tetap berada di stratosfer dan secara bertahap kehilangan radioaktivitasnya pada saat jatuh ke Bumi. Ledakan Tsar Bomba menjadi berita utama di Amerika Serikat pada waktu itu. Mereka sempat terpikir untuk mengambil opsi yang sama dengan Soviet, sama-sama membuat bom hidrogen raksasa. Namun, opsi itu tidak diambil karena berbagai pertimbangan.

"Secara teoretis, tidak ada batasan seberapa besar bom hidrogen dapat dibuat. Tsar Bomba jelas akan membunuh lebih banyak orang (jika digunakan dalam perang). Namun akurasi bisa menjadi pilihan ketika dioptimalkan dan cara inilah yang akhirnya dipilih Amerika Serikat dan diikuti oleh Soviet," jelas Robert Standish Norris, rekan senior untuk kebijakan nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika Serikat.

 "Semua orang mengerti bahwa Tsar Bomba terlalu besar untuk menjadi senjata praktis. Dari sudut pandang kekuatan penghancur, lebih efisien menggunakan beberapa senjata kecil daripada satu senjata besar," ujar Pavel Podvig, seorang ahli nuklir dan peneliti dari Universitas Princeton.

Pada akhirnya Sokov menjelaskan sekitar tahun 1964, Uni Soviet beralih untuk mengembangkan dari bom hidrogen raksasa ke ICBM atau rudal balistik antarbenua. Rudal ini dapat membawa beberapa hulu ledak nuklir dan dapat menyerang target yang berbeda. Pada tahun 1970-an hanya lima persen dari nuklir Soviet masih dalam bentuk bom yang dapat dijatuhkan dari pesawat.