Nationalgeographic.co.id—Akhir tahun ditutup dengan perayaan tengah malam pada tanggal 31 Desember. Namun acara menghitung mundur yang populer tidak dilakukan sampai tahun 1970-an. Menghitung mundur dilakukan untuk menandai berakhirnya satu tahun dan memulai awal yang baru.
Lalu, bagaimana acara menghitung mundur menjadi penutup yang dinanti-nanti di paruh kedua abad ke-20?
Hitung mundur seperti yang kita kenal sekarang memiliki banyak tujuan. Hitung mundur malam tahun baru bisa dicirikan sebagai "hitung mundur genesis". Setelah waktu habis, itu kemudian dimulai lagi. Penantian tahun baru—dengan prediksi, resolusi, dan pestanya—biasanya bersifat generatif, optimis, dan penuh harapan.
Tetapi ada juga "hitung mundur apokaliptik", di mana setelah waktu habis, bencana pun terjadi. Saat ini kita bertanya-tanya soal COVID-19, serangan teroris, atau bencana alam.
Kedua jenis hitungan mundur ini diciptakan selama zaman Atom.
Ancaman nuklir menimbulkan ketakutan eksistensial yang meluas. Khususnya, pada tahun 1947, Buletin Ilmuwan Atom memperkenalkan ‘jam kiamat’. Hingga hari ini, jam kiamat memberikan perhitungan visual tentang seberapa dekat kita dengan kiamat.
Pada tahun-tahun berikutnya, para ilmuwan menggunakan istilah “hitung mundur”. Sebuah artikel San Francisco Examiner tahun 1953 melaporkan tentang uji bom atom di gurun Nevada terdekat. “Seorang pejabat mengumumkan interval waktu yang tersisa sebelum ledakan. Di bagian paling akhir dia melantunkan 'minus 10 detik, minus 5 detik dan minus 4 detik' dan seterusnya hingga saat ledakan.”
Tahun 1957, Alfred Hitchcock memopulerkan hitungan mundur bom dalam film televisi, Four O'Clock. Hitung mundur yang disiarkan televisi tahun 1950-an, baik nyata atau fiksi, adalah pengalaman temporal yang menakutkan. Seakan waktu digelembungkan kemudian dimatikan.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR