Akhir dari Dominasi Monopoli Kejam VOC atas Rempah di Pasar Dunia

By Galih Pranata, Selasa, 29 Maret 2022 | 12:00 WIB
Ilustrasi proses pemetaan peta pelayaran VOC hingga dari Amsterdam ke Hindia-Belanda. (atem.nl)

Nationalgeographic.co.id—Setelah perjalanan panjang untuk dapat menemukan dan memetakan jejak perjalanan menuju jalur rempah, Belanda pun akhirnya sukses mematahkan dominasi Portugis atas kepulauan rempah.

Untuk mengkonsolidasikan sumber daya, pemerintah membentuk Perusahaan Hindia Timur Belanda (Verenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC) pada tahun 1602.

VOC mendapatkan keleluasaan, dimana ia diberi kekuasaan untuk mengatur Hindia-Belanda dan diizinkan untuk menjalankan galangan kapal sendiri, membangun benteng, menjaga tentara, dan membuat perjanjian.

"Sepanjang abad ke-17 dan awal abad ke-18, VOC hampir memonopoli perdagangan cengkeh melalui cengkeraman kejam mereka di perdagangan Pulau Banda," tulis James Hancock.

Hancock menulisnya kepada World History tentang monopoli rempah. Ia menulisnya dalam artikel berjudul European Discovery & Conquest of the Spice Islands yang dipublikasi pada 8 November 2021.

Rempah-rempah. (Lutfi Fauziah)

"Produksi pala di Tidore dan Ternate juga semakin turun kendali dan berbalik pada monopoli Belanda seutuhnya," imbuhnya.

Pada tahun 1652, para pemimpin kedua pulau (Ternate dan Tidore) menyetujui program pemberantasan rempah-rempah, di mana mereka akan mengizinkan, dengan pembayaran tahunan, penebangan semua pohon cengkeh yang bukan milik VOC.

Semua pohon rempah milik penduduk lokal atau di luar kendali VOC akan ditebang, diratakan dengan tanah, dan akan dimanfaatkan lahannya untuk VOC.

"Program ini diberlakukan secara kaku oleh Belanda yang melakukan ekspedisi reguler yang terkenal dengan kebrutalannya," jelas Hancock.

  

Baca Juga: Kisah Tragis Tenggelamnya Kapal Batavia: Gerbang Kastel nan Tak Sampai

Baca Juga: Menelusuri Ramai dan Megahnya Kota Pelabuhan di Jepara Zaman VOC

Baca Juga: Bangkai Kapal Batavia Ungkap Rahasia Dominasi Pelaut VOC Belanda

   

Memasuki era 1770-an, Prancis-lah yang akhirnya mematahkan monopoli cengkeh Belanda di pasar dunia.

Pierre Poivre, seorang ahli hortikultura dan administrator, menyelundupkan beberapa bibit dari Kepulauan Rempah-rempah dan menanamnya di Isle de France (sekarang Mauritius) dan Isle Bourbon (sekarang Réunion).

Kemudian, di tahun 1812, seorang Arab bernama Harmali bin Saleh mentransplantasikan cengkeh dari Réunion ke Zanzibar dan mendirikan perkebunan yang pada akhirnya mengambil alih sebagian besar produksi rempah yang laris di pasar dunia.

Kapal Cornelis de Houtman yang akan berlayar ke Hindia. (KITLV)

Zanzibar mendominasi pasar dunia hingga tahun 1964, mematahkan dominasi Pulau Banda sebagai pulau yang paling produktif menyumbang komoditas rempah paling menguntungkan secara finansial.

"Selama Perang Napoleon, Inggris (Britania Raya) untuk sementara merebut Kepulauan Banda," lanjutnya.

Sebelum Belanda dapat menguasai kembali, Inggris mencabut ratusan bibit pala dan memindahkannya ke koloni mereka sendiri di Ceylon, Singapura, dan India.

Cara yang dilakukan Inggris, telah berhasil mengembangkan ratusan hingga jutaan pohon rempah di negara koloninya, mematahkan monopoli Belanda atas pala dan fuli.

"Ini mengakhiri cengkeraman Belanda pada industri rempah-rempah Indonesia yang telah bertahan selama lebih dari 100 tahun," ungkap James Hancock menutup tulisannya.