3000 Masjid di Istanbul: Berkumpul Memuliakan Tuhan di Tempat Indah

By Sysilia Tanhati, Kamis, 31 Maret 2022 | 15:00 WIB
Masjid di Istanbul terus melestarikan tradisi komunitas. Mereka membuka pintu bagi para pengunjung untuk mengamati praktik Islam. (Ante Samarzija/Unsplash)

Nationalgeographic.co.id—Iman, seni, dan sejarah melebur jadi satu di rumah-rumah peribadatan umat Muslim di Istanbul. Arsitektur dan detail desainnya mencatat sejarah kota 3000 masjid itu.

Kisah pengabdian, kebanggaan, dan seni hidup di dalam dinding masjid Istanbul. Ada lebih dari 3.000 tempat ibadah umat Muslim di kota terbesar Turki ini. Mulai dari gedung-gedung megah di lahan yang luas hingga bangunan kayu sederhana di pinggir jalan kota.

“Beberapa masjid ada yang awalnya dibangun sebagai gereja Bizantium, berasal dari abad keempat M,” ungkap Allie Yang dilansir dari laman National Geographic. Masjid baru terus didirikan secara teratur.

Baik kontemporer atau kuno, masjid-masjid Istanbul menunjukkan keragaman yang luar biasa. Ada yang memiliki kubah yang menjulang tinggi dan dipenuhi dengan ubin dan kaligrafi bermotif. Selain itu, Anda juga ada menemukan desain masjid yang sederhana, minimalis, dan modern.

Masjid-masjid kota memelihara komunitas, memamerkan seni dan keahlian. Banyak dari masjid-masjid ini menghormati tradisi lama menyambut orang luar untuk mengamati praktik umat Islam.

Masjid di kursi kerajaan

Melangkah ke masjid dapat membawa wisatawan ke masa lalu. Masjid menjadi saksi kebangkitan dan kejatuhan kekaisaran Romawi, Bizantium, dan Ottoman.

Sebelum ada listrik, banyak masjid diterangi oleh lampu gantung rendah dengan nyala api dari minyak yang berkedip-kedip. Sinarnya menyelimuti ruangan dengan cahaya keemasan.

Aula doa yang luas ditutupi dengan karpet tenunan tangan dalam berbagai warna, terutama merah. Terlepas dari ukuran ruang, jamaah akan berdoa bahu-membahu. Sebelum munculnya deodoran, bau dupa yang dibakar mempermanis udara.

Kini, masjid-masjid diterangi dengan lampu listrik, dan sering kali dilengkapi dengan karpet buatan mesin. Dupa tidak lagi dibakar. Namun doa-doa umat yang memenuhi aula mengikuti ritual tidak pernah berubah.

Muazin melakukan tradisi berabad-abad memanggil jamaah untuk berdoa. Suaranya menjadi salah satu suara kota yang paling sering didengar. “Suara muazin dapat terdengar berlapis-lapis dan terjalin satu sama lain,” ungkap Ünver Rüstem, seorang sejarawan seni dan arsitektur Islam. Ia telah banyak menulis tentang masjid-masjid Istanbul.

Saat ini, azan diperdengarkan melalui pengeras suara yang dipasang di menara yang tingginya bisa mencapai ratusan kaki.