Nationalgeographic.co.id—Alpukat menjadi salah satu buah yang mengandung banyak manfaat bagi tubuh. Salah satu kandungan yang terdapat pada alpukat adalah lemak tak jenuh tunggal (lemak sehat) atau monounsaturated fat.
Kandungan lemak tak jenuh tunggal dan komponen lainnya yang bermanfaat telah dikaitkan dengan kesehatan kardiovaskular yang baik. Pada uji klinis sebelumnya diketahui bahwa alpukat memiliki dampak positif pada faktor risiko kardiovaskular.
Dilansir dari Science Daily, para peneliti percaya ini adalah studi prospektif besar pertama yang mendukung hubungan positif antara konsumsi alpukat yang lebih tinggi dan kejadian kardiovaskular yang lebih rendah, seperti penyakit jantung koroner dan stroke.
“Studi kami memberikan bukti lebih lanjut bahwa asupan lemak tak jenuh yang bersumber dari tumbuhan dapat meningkatkan kualitas pola makan dan merupakan komponen penting dalam pencegahan penyakit kardiovaskular,” ujar Lorena S. Pacheco, Ph.D., MPH, RDN, penulis utama studi tersebut.
"Ini adalah temuan yang sangat penting karena konsumsi alpukat telah meningkat tajam di AS dalam 20 tahun terakhir, menurut data dari Departemen Pertanian AS,” lanjutnya.
Selama 30 tahun, para peneliti memantau lebih dari 68.780 wanita, berusia 30 hingga 55 tahun dan lebih dari 41.700 pria berusia 40 hingga 75 tahun. Data partisipan perempuan didapat dari Nurses' Health Study dan data pria dari Health Professionals Follow-up Study.
Semua peserta penelitian bebas dari kanker, penyakit jantung koroner dan stroke pada awal penelitian dan tinggal di Amerika Serikat. Para peneliti mendokumentasikan 9.185 kejadian penyakit jantung koroner dan 5.290 stroke selama lebih dari 30 tahun masa tindak lanjut.
Peneliti menilai pola makan peserta menggunakan kuesioner frekuensi makanan yang diberikan pada awal penelitian dan kemudian setiap empat tahun. Mereka menghitung asupan alpukat dari item kuesioner yang menanyakan jumlah dan frekuensi yang dikonsumsi. Satu porsi setara dengan setengah alpukat.
Setelah mempertimbangkan berbagai faktor risiko kardiovaskular dan pola makan secara keseluruhan, peserta penelitian yang makan setidaknya dua porsi alpukat setiap minggu memiliki risiko 16 persen lebih rendah terkena penyakit kardiovaskular. Mereka juga memiliki risiko 21 persen lebih rendah terhadap penyakit jantung koroner, dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah atau jarang makan alpukat.
Berdasarkan pemodelan statistik, mengganti setengah porsi harian margarin, mentega, telur, yogurt, keju atau daging olahan seperti bacon dengan jumlah alpukat yang sama dikaitkan dengan risiko penyakit kardiovaskular 16 persen hingga 22 persen lebih rendah.
Sementara itu, mengganti setengah porsi alpukat sehari untuk jumlah yang setara dengan minyak zaitun, kacang-kacangan dan minyak nabati lainnya tidak menunjukkan manfaat tambahan. Tidak ada hubungan signifikan yang dicatat dalam kaitannya dengan risiko stroke dan berapa banyak alpukat yang dimakan.
Hasil penelitian memberikan panduan tambahan bagi para profesional perawatan kesehatan untuk memberi saran agar mengganti olesan tertentu atau makanan yang mengandung lemak jenuh, seperti keju dan daging olahan dengan alpukat. Terutama karena alpukat adalah sumber makanan yang baik.
Studi ini sejalan dengan panduan American Heart Association mengikuti pola makan Mediterania—pola diet yang berfokus pada buah-buahan, sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, ikan dan makanan sehat lainnya dan lemak nabati seperti zaitun, kanola, wijen dan non-minyak tropis.
"Temuan ini penting karena pola makan yang sehat adalah landasan untuk kesehatan jantung, namun, mungkin sulit bagi banyak orang Amerika untuk mencapai dan mematuhi pola makan yang sehat," kata Cheryl Anderson, Ph.D., MPH, FAHA, ketua dari Dewan Epidemiologi dan Pencegahan Asosiasi Jantung Amerika.
Studi ini telah dipublikasikan di laman Journal of the American Heart Association dengan judul Avocado Consumption and Risk of Cardiovascular Disease in US Adults pada 30 Maret 2022. Perlu diketahui bahwa penelitian ini bersifat observasional, sehingga sebab dan akibat langsung tidak dapat dibuktikan.
Dua keterbatasan penelitian lainnya melibatkan pengumpulan data dan komposisi populasi penelitian. Analisis studi mungkin dipengaruhi oleh kesalahan pengukuran karena menggunakan konsumsi makanan dilaporkan sendiri. Peserta sebagian besar adalah perawat kulit putih dan profesional perawatan kesehatan, jadi hasil ini mungkin tidak berlaku untuk kelompok lain.