Nationalgeographic.co.id—Pada awal abad ke-19, penyakit kolera mulai merajalela di seluruh benua Eropa dan penduduk Inggris mempersiapkan diri untuk kemunculannya di pulau mereka.
"Dari Inggris Raya, wabah sampar —penyakit akibat adanya infeksi bakteri Yersinia pestis— dibawa ke Kanada oleh imigran miskin yang mencari kehidupan baru di tanah baru," tulis Geoffrey Bilson.
Bilson menulisnya kepada The Canadian Encyclopedia dalam artikelnya yang berjudul Cholera in Canada, diperbaharui pada 25 Maret 2020.
Para imigran Inggris Raya melakukan perjalanan panjang melintasi lautan dengan kapal yang penuh sesak, di mana mereka dipaksa untuk hidup dalam kekotoran dan kemelaratan yang mengerikan di kapal.
Dilansir dari Historical Narratives of Early Canada dalam artikelnya berjudul Killer Cholera, menggambarkan para pengelana sebagai orang-orang kotor, penuh dengan bau busuk yang berisi ratusan orang, berkerumun seperti binatang.
Di bawah Undang-Undang Penumpang Inggris, kapal yang berlayar ke Quebec diizinkan satu orang dewasa atau dua anak untuk setiap 1,1 meter persegi ruang kemudi. Setiap orang dewasa diberikan ruang tidur dengan panjang 1,8 meter tetapi lebarnya hanya 46 sentimeter.
Mereka memiliki tujuan menuju ke Quebec, Kanada, daratan baru yang mereka harapkan sebagai kehidupan baru yang menyenangkan. Yang terjadi malah sebaliknya.
"Peraturan ini sering diabaikan karena kebanyakan kapal membawa penumpang jauh lebih banyak daripada peraturan yang diperbolehkan," terusnya. Akibatnya, mereka menderita selama berminggu-minggu berlayar.
Penyeberangan Samudera Atlantik yang panjang dan sering berbahaya membawa banyak penumpang yang menghabiskan waktu lima hingga dua belas minggu dalam ruang kapal yang gelap, lembap, sempit, dan kotor.
Mereka lemah karena mabuk laut dan menderita disentri serta kolera yang disebabkan oleh kekurangan air bersih, hidup kotor berminggu-minggu. Muatan kapal penumpang yang terinfeksi akhirnya tiba di British North America —kemudian dikenal sebagai Kanada pada 1832.
Untuk menandakan bahwa kapal tersebut membawa penumpang yang terinfeksi kolera, sebuah bendera kuning dikibarkan di tiang kapal. Melambai-lambai tertiup angin, memperingatkan semua orang di dermaga untuk berhati-hati.
Awalnya kolera dianggap sebagai penyakit 'kelas bawah', karena merekalah yang selalu terkena dampak paling parah. Namun, masyarakat terguncang ketika mengetahui bahwa penyakit itu mulai menjangkiti orang kaya dan kaum bangsawan.
Baru kemudian perhatian diberikan pada penyakit ini oleh pejabat pemerintah. Dewan Kesehatan segera muncul dan bergegas untuk memberikan peringatan dan kata-kata nasihat untuk saling menjaga diri.
Warga diperingatkan untuk menghindari aktivitas berlebihan, menjauhkan diri dari kecemasan, tidak melakukan perubahan pola makan secara tiba-tiba, serta menghindari udara malam.
"Mereka juga diperingatkan untuk tetap bersih, memakai kain flanel dan memiliki banyak obat antikolera," sambung Bilson.
Tetap saja, pandemi kolera dengan cepatnya menular seperti si jago merah yang melahap pohon-pohon di hutan rimba. Efeknya berupa gangguan usus kecil hingga penyakit parah yang menyakitkan dan dengan cepat berakibat kematian.
Kondisi primitif masyarakat terjadi di antara kerumunan orang yang naik ke Sungai St. Lawrence, mereka membawa kolera bersamanya ke Kanada lebih jauh lagi.
Di tahun yang sama (1832), setelah masifnya persebaran, stasiun karantina mulai digalakkan di sejumlah kawasan, utamanya di dermaga Quebec yang terinfeksi paling parah.
Di Montreal dan Kota Quebec, sekolah dan toko tutup. Satu-satunya bisnis yang berkembang pesat adalah yang produsen papan setebal satu inci yang dibutuhkan untuk membuat peti mati. Begitu banyak korban mati!
Banyaknya imigran di Kanada hanya memperumit situasi karena kepadatan penduduk di pemukiman yang kumuh, kondisi hidup yang tidak sehat, dan pasokan air bersih yang tidak memadai hanya melanggengkan masalah.
Baca Juga: Saat Wabah Kolera Picu Pemerintah untuk Membangun Ruang Terbuka Hijau
Baca Juga: Aspek Mesianik dalam Riwayat Pagebluk Kita: Akankah Berulang?
Baca Juga: Wabah Misterius di Abad Pertengahan, Bikin Orang Berhalusinasi
Dalam beberapa kasus, ketakutan tertular kolera begitu besar, sehingga tidak ada yang mau mengambil orang mati untuk dimakamkan. Mayat-mayat akhirnya hanya ditempatkan di dalam gubuk-gubuk dan dibakar sehingga api menghanguskan tubuh dan penyakit mereka.
Di tengah infeksi, pangkalan militer adalah oase keamanan karena ketika tindakan sanitasi diperintahkan, mereka mematuhinya. Di Fort George, misalnya, saluran air diperbaiki, air yang tergenang dikeringkan dan semua bangunan dibersihkan dan dikapur.
Ketika kolera menyerang, benteng telah berusaha mengisolasi diri dari komunitas terdekat. Akibatnya, pos militer hanya menderita relatif sedikit selama epidemi.
Akhirnya disadari bahwa kolera paling baik dicegah dengan memastikan pasokan air bersih dan penyakit itu paling baik diobati dengan teknik rehidrasi sederhana. Ketika kolera datang lagi ke Kanada, tidak pernah separah pada tahun 1832.