Alih-alih Senjata atau Tentara, Cacar Meluluhlantakkan Suku Aztec

By Sysilia Tanhati, Jumat, 8 April 2022 | 12:00 WIB
Mikroba yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang dapat membuat mesin perang yang paling kuat menjadi tidak efektif. (Bernardino de Sahagún/Granger Collection)

Nationalgeographic.co.id—Saat ini, dunia sedang memerangi pagebluk COVID-19 yang menewaskan jutaan orang. Pagebluk tentu saja bukan hal baru. Bahkan, beberapa penyakit menular yang tersebar luas mengubah jalannya sejarah manusia. Salah satunya pada Aztec dan peradaban di Amerika.

Tahun 1519, penjajah Spanyol Hernán Cortés berlayar dari Kuba untuk menjelajahi dan menjajah peradaban Aztec di pedalaman Meksiko. Hanya dalam waktu dua tahun, penguasa Aztec Montezuma meninggal. Ibu kota Tenochtitlan direbut dan Cortés mengeklaim kerajaan Aztec untuk Spanyol.

Bagaimana Cortés dan tentaranya meluluhlantakkan Aztec?

“Persenjataan dan taktik Spanyol berperan, tetapi sebagian besar kehancuran disebabkan oleh epidemi penyakit Eropa,” ungkap Richarch Gunderman seorang profesor dalam bidang sejarah dari Universitas Indiana.

Penaklukan Kekaisaran Aztec

Setelah membantu menaklukkan Kuba untuk Spanyol, Cortés ditugaskan untuk memimpin ekspedisi ke daratan. Ketika armada kecilnya mendarat, dia memerintahkan kapal-kapalnya ditenggelamkan, menghilangkan kemungkinan mundur.

“Ini juga menunjukkan tekadnya untuk menaklukkan daratan,” imbuh Gunderman

Cortés dengan 500 anak buahnya kemudian menuju ke pedalaman Meksiko. Wilayah ini adalah rumah bagi peradaban Aztec, sebuah kerajaan yang diperkirakan berpenduduk 16 juta orang.

Melalui sistem penaklukan dan upeti, suku Aztec telah mendirikan kota pulau besar Tenochtitlan di Danau Texcoco. Suku ini menguasai area seluas sekitar 128.000 km persegi.

Saat mendarat, Cortés menyadari adanya kebencian yang meluas terhadap ibu kota dan penguasanya. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan baik ini, ia membentuk aliansi dengan banyak penduduk setempat. Meskipun kalah jumlah, Cortés dan pasukan kecil berbaris di Tenochtitlan, di mana Montezuma menerima mereka dengan hormat. Pada gilirannya, Cortés menahan Montezuma.

Meski membutuhkan waktu dua tahun, tetapi dia akhirnya menaklukkan ibu kota Aztec pada Agustus 1521. ‘Sekutunya’ dalam pertarungan ini adalah kuman-kuman Eropa yang tanpa disadari dibawa olehnya dan anak buahnya dari Eropa.

Senjata rahasia mikroskopis Cortés

Meski terampil, Cortés dan seribu pasukan Spanyol serta sekutu pribumi tidak akan mampu mengatasi kota berpenduduk 200.000 tanpa bantuan.

Bantuan datang tidak terduga dalam bentuk epidemi cacar. Cacar segera menyebar ke suku Aztec secara bertahap dari pantai Meksiko. Gunderman menambahkan, “Tahun 1520, penyakit ini berhasil mengurangi 40 persen populasinya dalam satu tahun.”

Cacar disebabkan oleh virus yang terhirup, yang menyebabkan demam, muntah dan ruam. Ruam menutupi tubuh dengan lepuh berisi cairan. Ini berubah menjadi keropeng yang meninggalkan bekas luka. Fatal pada sekitar sepertiga kasus, sepertiga lainnya dari penderita cacar biasanya mengalami kebutaan.

Cacar ada di zaman kuno dalam budaya Mesir, India dan Cina. Penyakit ini tetap menjadi endemik dalam populasi manusia selama ribuan tahun, datang ke Eropa selama Perang Salib abad ke-11. Ketika orang Eropa mulai menjelajahi dan menjajah bagian lain dunia, cacar pun ikut bersama mereka.

Penduduk asli Amerika, termasuk suku Aztec, sangat rentan terhadap cacar. “Mereka tidak pernah terkena virus ini sehingga tidak memiliki kekebalan alami. Tidak ada terapi anti-virus yang efektif yang tersedia pada saat itu.

Mengingat epidemi, satu korban mencatat:

Wabah itu berlangsung selama 70 hari, menyerang seluruh kota dan membunuh sejumlah besar orang kami. Luka muncul di wajah, payudara, perut; kami dipenuhi dengan luka yang menyiksa dari kepala hingga kaki.”

Seorang biarawan Fransiskan yang menemani Cortés memberi gambaran dalam catatannya:

“Karena orang Indian tidak mengetahui obatnya, mereka mati bertumpuk-tumpuk, seperti kutu busuk. Karena semua orang di rumah meninggal dan tidak mungkin untuk menguburkan semuanya, mereka merobohkan rumah-rumah itu. Sehingga rumah itu menjadi kuburan mereka.”

Cacar menyerang suku Aztec dalam beberapa cara. Pertama, ia membunuh banyak korbannya secara langsung, terutama bayi dan anak kecil. Banyak orang dewasa lainnya tidak berdaya karena penyakit ini.

   

Baca Juga: Wabah Antoninus, Penyakit Misterius yang Membuat Romawi Jadi Neraka

Baca Juga: Sains Singkap Mumi Anak-anak yang Menjadi Korban Virus Cacar Tertua

Baca Juga: Antivaksin Abad ke-18: Bayangkan Anak yang Divaksin Berubah Jadi Sapi

Baca Juga: Mulai dari Mengiris Organ hingga Kanibalisme, Ritus Ngeri Aztec

   

“Mereka sendiri sakit, merawat kerabat dan tetangga yang sakit, sehingga kehilangan keinginan untuk melawan Spanyol,” imbuh Gunderman.

Akhirnya, orang tidak bisa lagi merawat ladang, yang menyebabkan kelaparan yang meluas. Bagaikan lingkaran setan, kelaparan melemahkan sistem kekebalan orang yang selamat dari epidemi.

Penyakit mengubah sejarah manusia

Tentu saja, suku Aztec bukan satu-satunya penduduk asli yang menderita karena masuknya penyakit Eropa. Selain populasi penduduk asli Amerika Utara, peradaban Maya dan Inca juga hampir musnah karena cacar.

Dan penyakit Eropa lainnya, seperti campak dan gondok, juga memakan banyak korban. Semuanya mengurangi beberapa populasi asli di dunia baru hingga 90 persen atau lebih. Penyelidikan baru-baru ini menunjukkan bahwa agen infeksi lain, seperti Salmonella mungkin telah menyebabkan epidemi tambahan.

Kemampuan cacar untuk melumpuhkan dan memusnahkan populasi membuatnya menjadi agen yang menarik untuk perang biologis. Pada abad ke-18, Inggris mencoba menginfeksi penduduk asli Amerika. Seorang komandan menulis, “Kami memberi mereka dua selimut dan sapu tangan dari rumah sakit cacar. Saya harap itu akan memiliki efek yang diinginkan. ”

Selama Perang Dunia II, tim Inggris, Amerika, Jepang dan Soviet semua menyelidiki kemungkinan memproduksi senjata biologis cacar.

Untungnya, ada upaya vaksinasi agar kejadian di Aztec tidak terulang kembali.

Banyak pertarungan besar dalam sejarah dunia tidak terlalu berkaitan dengan persenjataan, taktik, dan strategi. “Bisa jadi, kekalahan diakibatkan oleh penyebaran penyakit,” tambah Gunderman.

Negara-negara yang mengira dapat mengamankan diri secara ketat melalui militer harus mempelajari sejarah. Berulang kali jalannya peristiwa telah secara definitif diubah oleh wabah penyakit. Mikroba yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang dapat membuat mesin perang yang paling kuat menjadi tidak efektif.