Aurora Jupiter Secara Signifikan Lebih Intens Daripada di Bumi

By Wawan Setiawan, Minggu, 10 April 2022 | 14:00 WIB
Misi Juno mengitari Jupiter, memberikan data kunci untuk penelitian ini. (NASA)

Nationalgeographic.co.id - Pada 8 November 2020, pesawat antariksa Juno NASA terbang melalui berkas elektron intens yang bergerak dari Ganymede, bulan terbesar Jupiter, ke jejak auroranya di raksasa gas. Ilmuwan Southwest Research Institute menggunakan data dari muatan Juno ini untuk mempelajari populasi partikel yang bergerak di sepanjang garis medan magnet yang menghubungkan Ganymede ke Jupiter sementara, pada saat yang sama, merasakan emisi aurora terkait dari jarak jauh untuk mengungkap proses misterius yang menciptakan cahaya berkilauan.

"Bulan-bulan Jupiter yang paling masif masing-masing menciptakan aurora mereka sendiri di kutub utara dan selatan Jupiter," kata Dr. Vincent Hue, penulis utama makalah yang menguraikan hasil penelitian ini dan menerbitkannya di jurnal Geophysical Research Letters pada 16 Februari 2022 dengan judul "A Comprehensive Set of Juno In Situ and Remote Sensing Observations of the Ganymede Auroral Footprint".

"Setiap jejak aurora, seperti yang kita sebut, terhubung secara magnetis ke bulannya masing-masing, seperti tali magnet yang terhubung ke bulan yang bersinar di Jupiter itu sendiri," tuturnya.

Ilustrasi ini menggambarkan aurora kutub ultraviolet di Jupiter dan Bumi. Sementara diameter dunia Jovian 10 kali lebih besar dari Bumi, kedua planet memiliki aurora yang sangat mirip. (NASA/JPL-Caltech/SwRI/UVS/STScI/MODIS/WIC/IMAGE/ULiège)

Seperti Bumi, Jupiter mengalami cahaya aurora di sekitar daerah kutub saat partikel dari magnetosfernya yang masif berinteraksi dengan molekul di atmosfer Jovian. Namun, aurora Jupiter secara signifikan lebih intens daripada Bumi, dan tidak seperti Bumi, bulan terbesar Jupiter juga menciptakan bintik-bintik aurora. Bulan-bulan seperti Galilea, atau empat bulan terbesar Jupiter: Io, Europa, Ganymede, dan Callisto juga menciptakan aurora mereka di kutub utara dan selatan Jupiter. Misi Juno, yang dipimpin oleh Dr. Scott Bolton dari SwRI, mengitari Jupiter dalam orbit kutub dan terbang melalui "utas" elektron yang menghubungkan Ganymede dengan jejak aurora yang terkait.

“Sebelum Juno, kami tahu bahwa emisi ini bisa sangat kompleks, mulai dari satu titik aurora hingga beberapa titik, yang terkadang mengikuti tirai aurora yang kami sebut ekor jejak kaki,” kata Dr. Jamey Szalay, rekan penulis dari Universitas Princeton. "Juno, terbang sangat dekat dengan Jupiter, mengungkapkan bintik-bintik aurora ini bahkan lebih kompleks dari yang diperkirakan sebelumnya," imbuhnya.

Ganymede adalah satu-satunya bulan di tata surya kita yang memiliki medan magnetnya sendiri. Mini-magnetosfernya berinteraksi dengan magnetosfer besar Jupiter, sehingga menciptakan gelombang yang mempercepat elektron di sepanjang garis medan magnet raksasa gas, yang dapat diukur secara langsung oleh Juno.

Pesawat antariksa Juno NASA terbang menembus sinar intens elektron yang bergerak dari Ganymede, bulan terbesar Jupiter, ke jejak auroranya di raksasa gas. (NASA/SwRI/JPL-Caltech/MSSS/Kevin M. Gill/ISA/INIA/Björn Jónsson/ULiège/Bertrand Bonfond/Vincent Hue)

Dua instrumen yang dipimpin SwRI pada Juno, yakni Jovian Auroral Distributions Experiment (JADE) dan Ultraviolet Spectrometer (UVS) memberikan data kunci untuk penelitian ini, yang juga didukung oleh sensor medan magnet Juno yang dibangun di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA.

 Baca Juga: Misteri Aurora Sinar-X Kuat dari Jupiter Akhirnya Terpecahkan

 Baca Juga: Ilmuwan: Satelit Jupiter Menjadi Lokasi Terbaik Mencari Kehidupan di Tata Surya

 Baca Juga: Pertama Kalinya, Astronom Temukan Bukti Uap Air di Bulan Jupiter