Ilmuwan Temukan Catatan Awal Aurora di Tulisan Bambu Tiongkok Kuno

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 16 April 2022 | 12:00 WIB
Fragmen dari 'Sejarah Bambu' Tiongkok kuno. (National Diet Library of Japan)

Nationalgeographic.co.id - Para ilmuwan melaporkan telah menemukan referensi tertua yang diketahui tentang peristiwa langit aurora. Referensi tersebut dijelaskan dalam teks Tiongkok Kuno berupa tulisan bambu atau disebut sejarah bambu yang berasal dari sekitar abad ke-10 Sebelum Masehi (SM).

Teks dalam Sejarah Bambu atau Zhúshū Jìnián adalah catatan sejarah Tiongkok kuno dari sekitar 2400 SM hingga 299 SM. Temuan tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal Advances in Space Research dengan judul "A candidate auroral report in the Bamboo Annals, indicating a possible extreme space weather event in the early 10th century BCE".

Peneliti dari Nagoya University dan peneliti University of Pennsylvania Museum of Archaeology and Anthropology bersama menganalisis laporan langit yang tertulis dalam sejarah bambu. Menurut mereka, catatan tersebut mendeskripsikan fenomena aurora di masa lalu.

Hisashi Hayakawa, peneliti dari Nagoya University mengatakan, laporan awal aurora memperluas pengetahuan tentang letusan matahari dan variabilitas matahari jangka panjang dalam skala waktu milenium di luar cakupan kronologis pengamatan instrumental, dalam skala waktu dekade hingga seratus tahun.

"Perluasan kronologis semacam itu bermanfaat bagi komunitas ilmiah, meningkatkan jumlah studi kasus tentang peristiwa cuaca luar angkasa yang ekstrem dengan frekuensi yang lebih rendah tetapi dampak potensial yang lebih tinggi pada infrastruktur teknologi modern," kata Hayakawa seperti dilansir Sci-News.

Sejauh ini, lanjutnya, laporan paling awal yang diketahui tentang laporan awal aurora adalah sekitar abad ke-7 SM.

Aurora di Skotlandia (Marc_Hilton/Getty Images/iStockphoto)

"Di luar rangkaian waktu ini, kami menganalisis laporan langit di Chinese Bamboo Annals (sejarah bambu Tiongkok) yang hanya menarik sedikit minat ilmiah, mungkin karena interpretasi kontroversial untuk identitas fisik dan kronologi peristiwa tersebut," Hayakawa menjelaskan.

Hayakawa bersama Dr. Marinus Anthonyvan der Sluijs dari University of Pennsylvania Museum of Archaeology and Anthropology bersama menganalisis penyebutan 'cahaya lima warna' yang terlihat di bagian utara langit pada malam menjelang akhir pemerintahan raja Zhao dari dinasti Zhou.

"Kami telah menemukan lokasi pengamatan di sekitar Hàojīng (34°14′ LU, 108°46′ BT) dan memberi tanggal peristiwa tersebut pada 977 atau 957 SM," kata para peneliti.

"Atas dasar ini, kami telah menghitung perpanjangan ekuator dari visibilitas aurora sebagai 39,0° dalam garis lintang magnetik dan merekonstruksi batas ekuator dari oval aurora sebagai ≤45,5° dalam garis lintang invarian.”

Menurut para peneliti, temuan ini akan menjadi catatan aurora paling awal yang dapat diketahui dari mana saja di dunia. Temuan ini berasal dari hampir dua tahun setelah catatan aurora sebelumnya yang diketahui. Seperti diketahui, beberapa catatan laporan awal aurora sebelumnya tertulis pada tablet paku oleh astronom Asyur pada periode 679-655 SM.