Perubahan Konsentrasi Ozon Bikin Samudra Selatan Lebih Panas

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 15 April 2022 | 15:00 WIB
Suhu laut di Samudra Selatan memanas akibat perubahan konsentrasi ozon. (Pixabay)

Tim penelitian yang dipimpin oleh Wei Liu dari Department of Earth and Planetary Sciences di University of California Riverside, mengungkap temuannya lewat model. Model tersebut mensimulasikan perubahan tingkat ozon di atmosfer atas dan bawah dari tahun 1955 sampai 2000. 

Simulasi ini dibuat juga untuk mengesampingkan pengaruh lain, sekaligus meningkatkan pemahaman saat ini yang menyebabkan dampak buruk pemanasan yang terjadi di laut yang berbatasan dengan Antarktka.

Simulasi yang dilakukan para peneliti menunjukkan, pemanasan yang disebabkan ozon di kedua lapisan atmosfer itu, memengaruhi pemanasan pada dua kilometer perairan laut. Semua kawasan itu berhubungan dengan peningkatan gas rumah kaca.

Peningkatan ozon di lapisan bawah menyebabkan 60 persen dari keseluruhan pemanasan yang disebabkan oleh ozon yang terlihat di Samudra Selatan. Mereka juga melaporkan temuan ini, secara keseluruhan, jauh lebih banyak dari perkiraan sebelumnya.

Perubahan konsentrasi ozon di atmosfer mempengaruhi angin barat di Belahan Bumi Selatan, tulis para peneliti. Perubahan juga menyebabkan kadar garam dan suhu yang dekat permukaan di Samudra Selatan jomplang. Akibatnya, arus laut terpengaruh dengan cara yang berbeda, sehingga berdampak pada penyerapan panas laut.

  

Baca Juga: Predator Laut Mikroskopis: Senjata Rahasia Melawan Perubahan Iklim

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim Begitu Nyata tapi Minim Penanganan Pemerintah

Baca Juga: Merespon Krisis Iklim Dunia Melalui Pameran Fotografi di Kota Salatiga

 

“Kami telah mengetahui untuk sementara bahwa penipisan ozon yang tinggi di atmosfer telah memengaruhi iklim permukaan di Belahan Bumi Selatan,” terang Hegglin. “Penelitian kami telah menunjukkan bahwa peningkatan ozon di atmosfer yang lebih rendah karena polusi udara, yang terjadi terutama di Belahan Bumi Utara dan 'kebocoran' ke Belahan Bumi Selatan, merupakan masalah serius juga.”

Ozon, kemudian, menjadi tajuk pembahasan ilmuwan dan pegiat perubahan iklim sejak 1980-an ketika ditemukan lubang di stratosfer di atas Kutub Selatan. Sumber kerusakannya adalah penggunaan klorofluorokarbon (CFC), gas yang sering dipakai di dalam industri dan hasil produksi.

Sadar akan pentingnya lapisan ozon untuk menyaring radiasi ultraviolet, para pemangku kebijakan kemudian menyepakati Protokol Montreal tahun 1987 untuk menghentikan produksi CFC.

“Ada harapan untuk menemukan solusi, dan keberhasilan Protokol Montreal dalam mengurangi penggunaan CFC menunjukkan bahwa tindakan internasional memungkinkan dilakukan untuk mencegah kerusakan pada Bumi,” Hegglin berpendapat.