Perubahan Konsentrasi Ozon Bikin Samudra Selatan Lebih Panas

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 15 April 2022 | 15:00 WIB
Suhu laut di Samudra Selatan memanas akibat perubahan konsentrasi ozon. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Ozon dipercayai sebagai mekanisme terpenting untuk melindungi Bumi dari ultraviolet Matahari. Di lapisan troposfer sana, sekitar 69 kilometer di atas permukaan tanah, ozon meningkat.

Meski demikian, di lapisan stratosfer—lapisan di atas troposfer—justru menipis. Keduanya adalah kabar buruk menurut sebuah studi baru di Nature Climate Change yang dipublikasikan 31 Maret 2022.

Para peneliti menyebut, penebalan ozon di troposfer melemahkan pendinginan Bumi dan menghasilkan gas rumah kaca. Temuan pelemahan ini, menurut para peneliti, lebih signifikan dari apa yang diperkirakan sebelumnya. Bahkan, ozon menjadi faktor yang bertanggung jawab atas pemanasan di Samudra Selatan.

Alih-alih pelindung dari ultraviolet, ozon juga menjadi salah satu komponen utama kabut asap yang berbahaya bagi polutan. Melalui makalah berjudul Stratospheric ozone depletion and tropospheric ozone increases drive Southern Ocean interior warming, para peneliti menulis, polusi dari ozon akan mendorong perubahan iklim di masa mendatang.

Ozon dibuat di bagian atas atmosfer oleh interaksi antara molekul oksigen dan radiasi UV dari Matahari. Sedangkan pada lapisna yang lebih rendah, ozon terbentuk karena reaksi kimia antara polutan seperti asap kendaraan dan emisi lainnya.

“Ozon yang dekat dengan permukaan Bumi berbahaya bagi manusia dan lingkungan, tetapi penelitian ini mengungkapkan hal itu juga memiliki dampak besar pada kemampuan laut untuk menyerap kelebihan panas dari atmosfer,” ujar Michaela Hegglin, Asscociate Professor dari Department of Meteorology, University of Reading, Inggris, dan salah satu anggota penulisan makalah.

  

Baca Juga: Studi Baru: Kaitan Polusi Udara Dengan Gejala Depresi Pada Remaja

Baca Juga: Temuan Terbaru: Yodium dalam Debu Gurun dapat Menghancurkan Ozon

Baca Juga: Kebakaran Hutan dan Polusi Perkotaan Memproduksi Ozon Beracun

  

"Temuan ini membuka mata dan menekankan pentingnya mengatur polusi udara untuk mencegah peningkatan kadar ozon dan suhu global yang terus meningkat."

Tim penelitian yang dipimpin oleh Wei Liu dari Department of Earth and Planetary Sciences di University of California Riverside, mengungkap temuannya lewat model. Model tersebut mensimulasikan perubahan tingkat ozon di atmosfer atas dan bawah dari tahun 1955 sampai 2000. 

Simulasi ini dibuat juga untuk mengesampingkan pengaruh lain, sekaligus meningkatkan pemahaman saat ini yang menyebabkan dampak buruk pemanasan yang terjadi di laut yang berbatasan dengan Antarktka.

Simulasi yang dilakukan para peneliti menunjukkan, pemanasan yang disebabkan ozon di kedua lapisan atmosfer itu, memengaruhi pemanasan pada dua kilometer perairan laut. Semua kawasan itu berhubungan dengan peningkatan gas rumah kaca.

Peningkatan ozon di lapisan bawah menyebabkan 60 persen dari keseluruhan pemanasan yang disebabkan oleh ozon yang terlihat di Samudra Selatan. Mereka juga melaporkan temuan ini, secara keseluruhan, jauh lebih banyak dari perkiraan sebelumnya.

Perubahan konsentrasi ozon di atmosfer mempengaruhi angin barat di Belahan Bumi Selatan, tulis para peneliti. Perubahan juga menyebabkan kadar garam dan suhu yang dekat permukaan di Samudra Selatan jomplang. Akibatnya, arus laut terpengaruh dengan cara yang berbeda, sehingga berdampak pada penyerapan panas laut.

  

Baca Juga: Predator Laut Mikroskopis: Senjata Rahasia Melawan Perubahan Iklim

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim Begitu Nyata tapi Minim Penanganan Pemerintah

Baca Juga: Merespon Krisis Iklim Dunia Melalui Pameran Fotografi di Kota Salatiga

 

“Kami telah mengetahui untuk sementara bahwa penipisan ozon yang tinggi di atmosfer telah memengaruhi iklim permukaan di Belahan Bumi Selatan,” terang Hegglin. “Penelitian kami telah menunjukkan bahwa peningkatan ozon di atmosfer yang lebih rendah karena polusi udara, yang terjadi terutama di Belahan Bumi Utara dan 'kebocoran' ke Belahan Bumi Selatan, merupakan masalah serius juga.”

Ozon, kemudian, menjadi tajuk pembahasan ilmuwan dan pegiat perubahan iklim sejak 1980-an ketika ditemukan lubang di stratosfer di atas Kutub Selatan. Sumber kerusakannya adalah penggunaan klorofluorokarbon (CFC), gas yang sering dipakai di dalam industri dan hasil produksi.

Sadar akan pentingnya lapisan ozon untuk menyaring radiasi ultraviolet, para pemangku kebijakan kemudian menyepakati Protokol Montreal tahun 1987 untuk menghentikan produksi CFC.

“Ada harapan untuk menemukan solusi, dan keberhasilan Protokol Montreal dalam mengurangi penggunaan CFC menunjukkan bahwa tindakan internasional memungkinkan dilakukan untuk mencegah kerusakan pada Bumi,” Hegglin berpendapat.