Ritual Suci, Peziarah Buddha Bersujud Ribuan Kilometer Menuju Lhasa

By Sysilia Tanhati, Senin, 18 April 2022 | 08:00 WIB
Peziarah Tibet melakukan perjalanan suci yang menjadi impian mereka. Ribuan kilometer bersujud menempuh Lhasa. (Heping/Unsplash)

Nationalgeographic.co.id—Salju belum mencair sepenuhnya di bulan Juni ketika Joama dan ketiga sepupu laki-lakinya memulai perjalanan paling mulia dalam hidup mereka.

Keberangkatan para penggembala yak di pegunungan terpencil di Tibet utara ini tidak diawali dengan upacara apa pun.

''Kami baru saja mulai,'' ungkap Joama kepada Erick Eckholm yang dilansir dari laman The New York Times. Keempatnya mulai menggumamkan mantra dan mengangkat tangan mereka ke langit yang melambangkan surga. Peziarah itu berlutut dan melemparkan tubuh ke depan, sepenuhnya bersandar pada tanah yang lembap. Kemudian mereka berdiri, mengambil tiga langkah kecil, dan mengulangi urutannya.

Berbulan-bulan Joama dan sepupunya bersujud dengan cara ini. “Dilakukan hampir sepanjang hari setiap hari, beringsut ke Lhasa dan tempat-tempat sucinya,” ungkap Eckholm. Perlahan-lahan melewati lebih dari 160 kilometer medan paling keras di dunia.

Mereka mencapai Lhasa pada awal November. Sesampainya di sana, keempatnya beringsut di sepanjang trotoar yang sibuk. Ini adalah rute yang biasa dilalui para peziarah, menyusuri tiga sirkuit suci di sekitar Kuil Jokhang. Kuil Jokhang merupakan situs paling suci dalam agama Buddha Tibet. Tidak cuma menyusuri sirkuit, peziarah yang sampai di Lhasa juga memasuki kuil-kuil suci untuk menghaturkan doa.

Tampaknya hanya di Lhasa ritual suci ini tidak menarik banyak perhatian. Ribuan orang Tibet melakukan ziarah serupa setiap tahun. Tidak semuanya melakukan hal yang sama dengan Joama. “Ada yang mencapai tempat-tempat suci dengan bus, traktor, atau perjalanan biasa selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan,” Eckholm menambahkan.

Pengabdian seperti ini mulai memudar di antara kalangan muda Tibet di perkotaan. Namun, peziarahan ini jadi sumber kegembiraan bagi sebagian besar orang Tibet yang tinggal di padang rumput dan pegunungan.

''Ini adalah impian seumur hidup kami,'' tutur Joama pada Eckholm. ''Saya belum menikah, jadi bisa meluangkan waktu.''

Begitu keempat peziarah ini selesai di Kuil Jokhang, mereka akan berputar-putar kemudian berdoa di dalam istana Potala. Di sana mereka akan bergabung dengan kerumunan yang membungkuk menghormati makam Dalai Lama sebelumnya.  

Di Potala, seperti yang dilakukan para peziarah lainnya, Joama menempelkan dahi di kursi tak berlabel. Kursi ini digunakan oleh Dalai Lama ke-14 sebelum ia mengungsi pada tahun 1959.

Dalai Lama ke-14 mungkin telah meninggalkan Lhasa lebih dari 60 tahun, tetapi kehadirannya masih terasa.  

Beberapa peziarah membawa foto-foto Dalai Lama secara sembunyi-sembunyi. Meski mereka setia, perjalanan panjang ini tidak memiliki tujuan politis di baliknya. Alih-alih marah, peziarah yang berkunjung ke Potala merasa sedih ketika memandangi kursi kosong sang Dalai Lama.