Penemuan Mumi Buaya Mesir Berusia 2.500 Tahun Sepanjang Tiga Meter

By Utomo Priyambodo, Rabu, 20 April 2022 | 12:00 WIB
Mumi buaya dari Mesir kuno. Selain dua buaya yang sebelumnya terlihat di dalam linen pembungkusnya, mumi itu juga berisi lusinan bayi buaya yang dibungkus satu per satu. (Michael Birrell/ B.C. Archaeology)

Nationalgeographic.co.id—Ada kejutan besar yang pernah terjadi di Museum Kepurbakalaan Nasional Belanda (Rijksmuseum van Oudheden). Para ilmuwan di museum tersebut terkejut saat memeriksa tubuh mumi dari Mesir kuno.

Ternyata, orang-orang Mesir kuno tidak hanya membuat mumi manusia, tetapi juga mumi hewan. Bahkan buaya besar menjadi bagian dari proses ini.

Menurut siaran pers Rijksmuseum van Oudheden, mumi sepanjang tiga meter diperiksa dengan pemindai CT 3D baru. Mumi ini pertama kali diperiksa pada tahun 1996 dengan jenis pemindai CT yang lebih tua dan pemindaian sebelumnya mengungkapkan bahwa mumi tersebut, yang diyakini milik satu buaya, sebenarnya adalah dua buaya besar yang dibungkus bersama.

Namun, hasil pemindaian CT 3D baru kali ini menunjukkan kejutan lain. Ternyata, selain "dua buaya yang sebelumnya terlihat di dalam pembungkusnya, mumi itu juga berisi lusinan bayi buaya yang dibungkus satu per satu."

Penemuan ini merupakan kejutan besar bagi museum, terutama karena mumi ini adalah contoh yang sangat langka dari penguasaan mumifikasi buaya. Selain itu, hasil pemindaian menunjukkan adanya jimat-jimat yang ditempatkan di dalam bungkus linen dan membantu para peneliti memahami lebih banyak tentang hewan-hewan yang dimumikan tersebut, seperti fitur fisik, usia, dan proses mengeringkan tubuh hewan-hewan itu dan proses menutupinya dengan linen. Pemindai CT 3D modern memungkinkan para peneliti untuk memeriksa setiap detail mumi-mumi tersebut.

Museum memutuskan untuk memanfaatkan penemuan ini. Sejak 18 November 2016, para pengunjung dapat melakukan autopsi virtual interaktif pada mumi buaya tersebut dan juga seorang pendeta Mesir kuno.

"Apa yang dimaksudkan sebagai sarana bagi pengunjung museum, ternyata belum menghasilkan wawasan ilmiah baru. Ketika kami mulai mengerjakan proyek ini, kami tidak benar-benar memperkirakan bakal mendapatkan penemuan baru. Lagi pula, mumi itu sudah dipindai. Sangat mengejutkan bahwa begitu banyak bayi buaya dapat dideteksi dengan pemindaian 3D berteknologi tinggi dan visualisasi interaktif ini," kata pihak museum.

Para ahli Mesir Kuno yang bekerja di museum menduga bahwa buaya-buaya itu dimumikan bersama karena tradisi agama Mesir kuno yang terkait dengan peremajaan dan kehidupan setelah kematian. Penjelasan lain yang mungkin adalah bahwa ketika orang-orang Mesir kuno perlu memberikan persembahan kepada dewa Sobek tidak ada buaya raksasa yang tersedia, jadi mereka memutuskan untuk membuat bentuk yang diharapkan menggunakan dua binatang, potongan kayu, tanaman, tali, dan gumpalan linen.

Kultus Sobek, dewa Sungai Nil, tentara, buaya, dan kesuburan, sudah populer sejak zaman Kerajaan Lama. Dia adalah pelindung kota Crocodilopolis, yang dikenal di Mesir sebagai "Shedet."

Sobek digambarkan sebagai dewa yang agresif dan kejam, yang kepribadiannya seperti buaya Nil terbesar pada zaman kuno. Salah satu pusat kultusnya yang paling megah terletak di Kom Ombo di Mesir selatan. Kuil ini dibangun selama Periode Ptolemeus dan tetap aktif sampai akhir periode Romawi.

Baca Juga: Arkeolog Singkap Kenapa Sebagian Mumi Hewan di Mesir Tidak Ada Isinya?

Baca Juga: Mumifikasi Alami di Zaman Mesir Kuno?