Ilmuwan Temukan Cara Otak Mengubah Rasa Takut Menjadi Keberanian

By Citra Anastasia, Minggu, 6 Mei 2018 | 12:00 WIB
Rendering otak. (aeyaey)

Untuk mempelajari bagaimana perubahan aktivitas otak dalam menghadapi ancaman visual tersebut, Salay, menyimulasikan pendekatan predator menggunakan skenario yang dibuat beberapa tahun lalu oleh ahli saraf Melis Yilmaz Balban, PhD. — saat ini seorang sarjana postdoctoral di Huberman's lab.

Simulasi ini melibatkan sebuah tempat berukuran seperti aquarium ikan 20 berkapasitas galon, dengan layar video yang menutupi sebagian besar langit-langitnya.

Layar ni dapat menampilkan cakram hitam yang meluas yang menyimulasikan pendekatan udara predator. Salay menunjuk sebuah struktur yang disebut ventral midline thalamus, atau vMT untuk kemudian mencari daerah otak yang lebih aktif pada tikus yang terpapar dengan stimulus ini daripada tikus yang tidak terpapar.

Baca juga: Apakah Stres Orang Lain Dapat Mengubah Otak Kita?

Salay memetakan input dan output dari vMT dan menemukan bahwa ia menerima sinyal sensorik dan stimulus dari daerah otak internal, seperti tingkat gairah.

Hal ini berbeda dengan input luas yang diterima vMT, titik tujuan outputnya sangat selektif. Para ilmuwan menelusuri output ini ke dua tujuan utama: amigdala basolateral dan korteks prefrontal medial.

Pekerjaan sebelumnya telah mengikat amigdala untuk memproses deteksi dan ketakutan ancaman, dan korteks prefrontal medial yang dikaitkan dengan fungsi kecemasan. Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa saluran saraf yang menuju ke amigdala basolateral berasal dari gugus sel saraf di vMT yang disebut nukleus xiphoid.

Traktus yang mengarah ke korteks prafrontal medial, para peneliti belajar, berasal dari sebuah gugus yang disebut reunien inti, yang dengan tepat menyelimuti inti xiphoid. Selanjutnya, para peneliti secara selektif memodifikasi set sel saraf tertentu di otak tikus sehingga mereka bisa merangsang atau menghambat sinyal di kedua saluran saraf ini.

Secara eksklusif merangsang aktivitas xifoid yang secara nyata mampu  meningkatkan kecenderungan tikus untuk membeku di tempat di hadapan predator udara yang dirasakannya.

Secara eksklusif peningkatan aktivitas pada tikus yang terkena stimulus predator ini menjulang secara radikal untuk meningkatkan respon yang jarang terlihat pada kondisi yang sama di alam liar atau dalam percobaan lapangan terbuka sebelumnya, yaitu tikus berdiri di tanah mereka di tempat terbuka, dan menggetarkan ekornya, suatu tindakan yang biasanya dikaitkan dengan agresi pada spesies.

Baca juga : Mengenal Tiga Jenis Fobia yang Utama

Perilaku "berani" ini tidak mungkin salah, ucap Huberman. "Anda bisa mendengar ekor mereka bergetar di seluruh ruangan. Respon ini bisa diterjemahkan menjadi usaha untuk memukul dan berkata, 'OK, mari kita bertarung!'"