Mummy Brown: Cat Abad ke-16 yang Terbuat Dari Bubuk Mumi Giling

By Agnes Angelros Nevio, Jumat, 22 April 2022 | 15:00 WIB
Kiri: Mumi Mesir yang tidak dikenal. Kanan: Bubuk modern dari pigmen Mummy Brown. Beberapa seniman pada abad ke-19 masih menggunakan bubuk dari hasil gilingan mumi untuk menambahkan warna coklat pada lukisannya. ( michal812)

Nationalgeographic.co.id—Kebanyakan orang saat ini mungkin akan mengasosiasikan mumi Mesir dengan museum. Bukan perkara yang mengejutkan, karena mungkin sebagian besar dari kita pernah melihatnya, terutama di Eropa. Namun, jika harus mengatakan bahwa mumi asli dapat ditemukan dalam lukisan, bisa dikatakan bahwa itu mungkin sedikit aneh.

Baru-baru ini, mumi Mesir masih digunakan untuk memproduksi sejenis cat yang disebut Mummy Brown, Mommia, atau Momie. Bahan utama cat ini adalah mumi Mesir. Bubuk ini dicampur dengan pitch putih dan mur untuk menghasilkan pigmen cokelat yang kaya. Pertama kali pigmen ini dibuat pada abad ke-16, dan menjadi warna di kalangan pelukis Pra-Raphael pada pertengahan abad ke-19.

Misalnya, tercatat bahwa pelukis potret Inggris, Sir William Beechey, menyimpan stok Mummy Brown. Seniman Prancis Martin Drölling juga konon menggunakan Mummy Brown yang dibuat dengan sisa-sisa raja Prancis yang dipisahkan dari biara kerajaan St. Denis di Paris. Lukisan bertajuk L’interieur d’une cuisine-nya adalah contoh penggunaan pigmen, sedangkan lukisan memukau karya Edward Burne-Jones, berjudul The Last Sleep of Arthur in Avalon, juga diyakini telah dilukis menggunakan pigmen coklat mumi.

Seorang pedagang mumi Mesir menjual barang dagangannya pada tahun 1870. ()

Bagaimana Cat Mummy Brown Kehilangan Popularitas

Penggunaan cat ini menjadi kurang populer pada awal abad ke-20. Sebagian penyebabnya adalah "kesadaran" bahwa cat itu sebenarnya terbuat dari mumi Mesir asli dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya penelitian ilmiah, arkeologi, antropologis, dan budaya terkait mumi. Berkurangnya penggunaan cat Mummy Brown juga akibat penurunan jumlah mumi yang tersedia secara signifikan.

Sebagai contoh, ketika seniman Edward Burne-Jones menemukan apa yang sebenarnya terbuat dari Mummy Brown, dia pergi ke studionya, mengambil tabung Mummy Brown-nya, dan bersikeras untuk memberikannya penguburan yang layak. Pada 1964, cat Mummy Brown menjadi "punah" ketika C. Roberson & Co., sebuah perusahaan London yang memproduksi dan memasok bahan untuk seni rupa, mengumumkan bahwa mereka "kehabisan" mumi untuk produksi cat Mummy Brown mereka.

L’interieur d’une cuisine karya Martin Drölling, 1815. Lukisan ini menggunakan pigmen dari Mumy Brown. (Public domain)

Menggunakan Bubuk Mumi untuk Menyembuhkan Penyakit

Perlengkapan seni bukanlah satu-satunya benda yang bisa dihasilkan dari bubuk mumi. Yang lebih mengejutkan, penggunaannya untuk tujuan pengobatan. Penyebabnya, adanya kepercayaan bahwa mumi mengandung bitumen, yang digunakan oleh orang Yunani kuno untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Rupanya, dengan tidak adanya bitumen asli, apa yang disebut bitumen dari mumi juga bisa digunakan. Perlu diingat bahwa kata mumi sendiri berasal dari kata Persia untuk bitumen: mum atau mumiya.

Akibat kepercayaan pada sifat obat dari bubuk mumi, mumi Mesir diekspor ke Eropa, digiling, dan dijual di apotek di seluruh benua. Bagian yang terdengar gila dari penggunaan bubuk Mummy adalah karena beberapa orang mengklaim bahwa mumi memiliki kekuatan hidup misterius yang dapat ditransfer ke siapa pun yang menelannya. Oleh karena itu, bubuk mumi dikonsumsi oleh orang Eropa hingga abad ke-18.

Wadah apotek yang berisi mumiae (mumia atau bubuk mumi), dari koleksi apoteker di Museums für Hamburgische Geschichte ()