Nationalgeographic.co.id—Dalam bukunya yang baru diterbitkan Between Ape and Human, pensiunan antropolog Gregory Forth mematahkan tabu yang biasanya memisahkan penelitian antropologi dan zoologi tradisional dari kriptozoologi (pencarian spesies mitologis atau legendaris seperti Bigfoot, monster Loch Ness, atau Manusia Salju yang Keji). Namun, Homo floresiensis, seperti yang dijelaskan oleh buku terbaru Gregory Forth, berada di antara kera dan manusia, dan ini mengarah pada kisah yang menarik!
Forth menghabiskan bertahun-tahun tinggal di antara penduduk asli di Pulau Flores di Indonesia timur. Selama waktunya di sana ia mendengar cerita tentang spesies manusia kera yang langka dan sulit dipahami yang dikatakan tinggal di gua dan hutan terdekat. Forth akhirnya menyimpulkan bahwa cerita-cerita ini mungkin benar, dan bahwa makhluk seperti itu mungkin ada sebagian besar tersembunyi dari pandangan.
Yang lebih mengejutkan lagi, mantan akademisi University of Alberta (Kanada) ini menyimpulkan bahwa jika manusia kera ini benar-benar ada, kemungkinan besar mereka berasal dari spesies manusia purba Homo floresiensis. Spesies ini diketahui pernah hidup di Flores sebelum punah puluhan ribu tahun yang lalu.
Ini adalah teori yang luar biasa untuk diajukan oleh seorang akademisi konvensional, meskipun ia hanya mengangkatnya sebagai kemungkinan dan bukan sebagai kepastian. Forth mengajukan teori ini berdasarkan rasa hormatnya terhadap penduduk asli yang dia kenal dengan baik, dan pada penemuan mengejutkan bahwa spesies hominin prasejarah memang hidup di pulau Flores jauh lebih baru daripada yang mungkin dipikirkan oleh para ilmuwan.
Baca Juga: Apa Saja Satwa yang Menemani Homo floresiensis di Sekitar Liang Bua?
Baca Juga: Riwayat Temuan Manusia Katai di Flores yang Gegerkan Dunia Arkeologi
Penemuan Menakjubkan Homo floresiensis
Pada tahun 2004, sebagaimana dicatat Ancient Origins, tim ilmuwan yang melakukan penelitian arkeologi di Flores menerbitkan laporan di jurnal Nature yang mengguncang dunia antropologi prasejarah hingga ke intinya. Mereka menggambarkan penemuan fosil-fosil hominin yang tidak biasa di sebuah gua yang dikenal sebagai Liang Bua, di lapisan sedimen yang kemudian terbukti berusia antara 60.000 dan 100.000 tahun.
Fosil-fosil ini memiliki karakteristik yang mengungkapkan mereka sebagai primata purba, tetapi mereka sepenuhnya unik, tidak menyamai apa pun yang diketahui sebelumnya dari catatan fosil. Spesimen tersebut memiliki karakteristik penting yang sama dengan fosil dari berbagai spesies manusia yang punah, seperti Homo erectus dan Australopithecus, tetapi juga memiliki ciri fisik yang lebih akrab bagi mereka yang mempelajari fosil kera purba.
Akhirnya, para ilmuwan dapat memverifikasi bahwa mereka memang telah menemukan spesies manusia purba yang baru. Hominin ini kecil, dengan tipikal orang dewasa yang tingginya kurang dari empat kaki (inilah cara mereka mendapatkan julukan "Hobbit"), dan rongga otaknya hanya memiliki sepertiga kapasitas Homo sapiens. Namun spesies ini membuat alatnya sendiri dan hanya bisa mencapai Pulau Flores dengan menyeberangi lautan dengan perahu.
Ini benar-benar penemuan yang luar biasa, karena spesies baru ini—yang secara resmi disebut Homo floresiensis—adalah hominin mirip manusia purba pertama yang ditemukan terlambat dalam catatan fosil.
Selama penggalian arkeologi yang berkelanjutan, para arkeolog dan antropolog menemukan lebih dari 20.000 alat batu yang telah diproduksi oleh manusia purba ini. Alat-alat ini berasal antara 50.000 dan 190.000 tahun yang lalu, mendorong kelangsungan hidup Homo floresiensis terakhir bahkan lebih dekat ke zaman modern.