Kisah Isolasi Michel Siffre: Waktu Biologis Kita Tidak Bisa Diandalkan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 26 April 2022 | 09:00 WIB
Michel Siffre ketika memulai eksperimen isolasinya pada 1962. (C. Sauvageot)

Nationalgeographic.co.id - Ada saatnya tubuh kita merasa mengantuk dan terbangun. Alasannya, tubuh kita memiliki waktu sendiri yang disebut ritme sirkadian. Pada 1922, ritme sirkadian diteliti pada tikus dengan mengidentifikasi molekuler setiap ritme dari tubuh mereka.

Penelitian itu belum pernah dilakukan pada manusia hingga 1962. Saat itu, seorang ahli geologi muda berusia 23 tahun bernama Michel Siffre, hendak mencari tahu seperti apa hidup terisolasi dari masyarakat, jam, bahkan matahari, saat berada di dalam gua di Pegunungan Alpen.

Pada dekade itu, dunia sedang di tengah-tengah perlombaan menuju antariksa. Para ilmuwan memikirkan apakah manusia dapat hidup lama dalam isolasi di luar angkasa? Seperti yang kita tahu, sulit untuk mengetahui siang dan malam di luar angkasa, terutama bila posisi kita tidak mengikuti rotasi Bumi.

"Anda harus mengerti, saya adalah seorang ahli geologi terlatih. Pada tahun 1961, kami menemukan gletser bawah tanah di Pegunungan Alpen, sekitar 70 kilometer dari Nice. Pada awalnya, ide saya adalah mempersiapkan ekspedisi geologis, dan menghabiskan sekitar 15 hari di bawah tanah untuk mempelajari gletser," terangnya dalam wawancara Cabinet Magazine.

"Saya berkata pada diri sendiri, 'Yah, 15 hari tidak cukup. Saya tidak dapat melihat apa-apa.' Jadi, saya memutuskan untuk tinggal dua bulan. Dan kemudian ide ini datang kepada saya—ide ini yang menjadi ide hidup saya. Saya memutuskan untuk hidup seperti binatang, tanpa arloji, dalam kegelapan, tanpa mengenal waktu."

Dia hanya mengandalkan pikiran dan nalurinya saja ketika menghabiskan waktu di bawah tanah yang gelap gulita. Semua aktivitasnya seperti makan, bangun, dan tidur dilaporkan kepada rekan-rekannya yang menunggu di luar gua. Dia tetap tidak mengetahui waktu persis di luar sana.

Guillaume Rey dari Department of Clinical Biochemistry di University of Cambridge membuat informasi tentang siklus tidurnya. Seperti yang Anda lihat dalam grafik di bawah, Siffre rata-rata bisa menghabiskan siklus tidurnya 24 jam 30 menit. Tetapi dalam beberapa waktu yang dihabiskannya, dia bisa terjaga 27 jam berturut-turut, atau enam jam, lalu kembali tidur.

Waktu bangun dan tidur yang dilakukan oleh Michel Siffre selama di dalam gua di Pegunungan Alpen tahun 1962. Rata-rata ia mengalami siklus sirkadian 24 jam 30 menit, tetapi beberapa hari ia mengalami hari terjaga dan tidur yang sangat panjang. (Guillaume Rey/Research Gate)

"Sebagian besar sel di tubuh kita memiliki ritme sirkadian," kata Dean Buonomano, ahli syaraf dan profesor di University of California Los Angeles (UCLA).

Mengutip Vox, sel di seluiruh tubuh memproduksi protein khusus untuk mengetahui waktu. Caranya, protein itu mematikan sintesisnya sendiri yang mengakibatkan dirinya hancur, kemudian selnya menyala kembali yang terjadi berulang setiap 24 jam.

"Tapi ada jam utama di otak manusia, yang terletak di hipotalamus, pada area yang disebut nukleus suprakiasmatik. Jam utama tersebut bertanggung jawab dalam banyak hal terkait sinkronasi semua jam lain di tubuh kita," ungkapnya.

Ritme sirkadian tidak hanya dimiliki manusia dan tikus, tetapi juga tumbuhan yang bahkan tidak memiliki otak.

Siffre memberikan testimoni tentang apa yang terjadi di dalam gua. Dia benar-benar tidak bisa menebak waktu. Bahkan, setelah satu atau dua hari, ia kehilangan ingatan jangka pendek seperti apa yang telah dilakukan satu atau dua hari sebelumnya.

"Saya memiliki peralatan yang buruk, dan hanya sebuah kamp kecil dengan banyak barang yang semit di dalamnya. Kaki saya selalu basah, dan suhu tubuh saya mencapai 34 derajat Celsius," ujarnya. Dia menghabiskan waktu dengan melakukan penelitian yang menjadi fokusnya, kemudian menghibur diri dengan membaca, menulis, berkhayal tentang masa depan.

Kondisi sekitar dalam sebuah gua di Texas, AS, ketika Michel Siffre mengurung dirinya dari luar. (Michel Siffre 1972)

Siffre juga melakukan tes setiap menelepon ke teman-temannya di permukaan. Tes yang dilakukannya adalah dengan menghitung denyut nadi, dan psikotes. Yang menarik baginya adalah ia harus menghitung satu hingga 120—angka yang setara dua menit—dengan kecepatan satu digit per detik. Ternyata, ia membutuhkan lima menit untuk menghitung 120, atau dengan kata lain ia mengalami lima menit padahal secara psikologis adalah dua menit.

Pada 14 September 1962, kawan-kawannya menelepon Siffre untuk keluar karena sudah genap dua bulan ia tinggal di dalamnya. Dia mengira teman-temannya bercanda, sebab dalam perhitungannya tanggal itu seharusnya 20 Agustus 1962.

"Ini segera membuatnya tidak sinkron dengan hari permukaan, dan pengalaman—tentang seekor hewan yang terjebak sendirian dengan gagasan hidupnya—membuatnya gelisah," kata Alan Burdick, penulis Why Time Flies: A Mostly Scientific Investigation di New York Post.

Michel Siffre dalam eksperimen isolasi ketiganya di sebuah gua di Prancis pada 1999 hingga 2000. (Philippe Desmazes/Getty Images)

"Dia keluar dengan tujuan mempelajari efek isolasi ekstrem pada jiwa manusia; dia muncul sebagai pelopor kronobiologi manusia tanpa disadari dan, dia kemudian mengingatnya, sebagai 'boneka yang setengah gila dan terputus-putus'."

1972, Siffre mengisolasi dirinya untuk mengulang eksperimen di sebuah gua di Texas. Dia berencana untuk tinggal enam bulan bersama persediaannya, termasuk kendi berisi hampir tiga ribu liter air.

Lima minggu pertama, dia hidup dalam ritme sirkadian 26 jam. Hari ke-37, dia anggap sebagai hari ke-30. Dia mengalami jeda aneh dari rutinitas dan perubahan pola, menjalani hari yang terlalu panjang, lalu tidur selama 15 jam. Setelah itu harinya tidka pasti dengan liar, dari 26 jam berubah terkadang 40 atau 50 jam.

  

Baca Juga: Ilmuwan Memulihkan Gas dari Kapsul Waktu Batuan Bulan Misi Apollo 17

Baca Juga: Butuh Waktu Berapa Lamakah untuk Memancarkan Elektron dari Atom?

Baca Juga: Teknologi Perjalanan Waktu, Mungkinkah Kelak Dapat Terwujud?

   

Pada hari ke-77, tangannya "kehilangan ketangkasan untuk merangkai manik-manik," dan pikirannya "hampir tidak bisa merangkai pikiran [bersamaan]". Dua hari kemudian, dia menelepon rekan-rekannya dan meminta kembali, padahal belum puncak eksperimen. Siffre bahkan memikirkan untuk bunuh diri, tetapi tidak dilakukannya karena akan mewariskan hutang kepada orang tuanya.

Singkatnya, eksperimen berakhir pada 10 Agustus. Teman-temannya datang ke dalam dan memberikannya tes. Pengelihatannya melemah dan juling permanen.

Penghujung abad ke-20 tiba. 30 November 1999, Siffre melakukan eksperimen ketiga kalinya di Prancis untuk terakhir kalinya. Usianya kini 60 tahun, dan ingin mengetahui bagaimana usia memengaruhi siklus sirkadian.

Siffre menyambut milenium baru 900 meter di bawah tanah bersama sampanye dan foie gras. Tetapi, dunia di luar sana tidak memberitahukan yang sebenarnya bahwa hari itu sudah 4 Januari 2000. Dia keluar pada 14 Februari—76 hari setelahnya, tetapi dia meyakini hari itu adalah 5 Februari.