Setelah menstruasi pertamanya, setiap gadis muda Ticuna yang memilih untuk mengikuti ritual Pelazón akan mengasingkan diri di sebuah pondok kecil. Pondok ini terbuat dari daun lontar.
Rios menambahkan, “Selama setahun penuh, satu-satunya orang yang boleh dia temui adalah neneknya.” Sebagai bagian dari hubungan lintas generasi yang mendalam, para tetua mengajari gadis-gadis muda itu banyak keterampilan. Mulai dari menenun, bercocok tanam, dan memanfaatkan tanaman, hingga merawat bayi, dan setiap aspek untuk menjadi wanita Ticuna.
Setelah melewati isolasi panjang, keluarga gadis bekerja sama untuk mempersiapkan perayaan besar. Mereka mengundang seluruh suku untuk menyambut putri mereka sebagai seorang wanita muda untuk kembali ke kehidupan masyarakat.
Baca Juga: Pejuang Wanita Amazon Berusia 2.500 Tahun, Dikuburkan dengan Harta
Baca Juga: Otak Orang-orang dari Suku Amazon Ini Ternyata Relatif Tidak Menua
Baca Juga: Penemuan Menarik, Satu Sendok Teh Tanah Di Amazon Mengandung 400 Jamur
Perayaan berlangsung selama tiga hari dengan minum, makan, dan menari. Namun pertama-tama, semua orang berkumpul dalam prosesi keliling desa, mengumpulkan semua gadis muda, untuk dibawa ke maloca.
Anggota suku membawa hewan yang mereka buru sebagai persembahan kepada keluarga gadis-gadis itu. Seorang pemuda membawa terecaya di tangannya, sejenis kura-kura amazon. Cangkangnya dihias dengan bulu dan digantung di maloka sebagai simbol kearifan dalam budaya Ticuna.
Saat malam tiba, arak-arakan terus berjalan di sekitar desa, satu per satu mengumpulkan setiap gadis muda. Gadis-gadis itu akan ditutupi selimut atau kain dan dibuka saat upacara utama. Jantung perayaan Pelazón adalah pesta komunal besar yang diadakan di maloca.
Keluarga menawarkan minuman khas payabar untuk tamu mereka, orang-orang menari dengan lagu-lagu tradisional. Di tengah pesta ini, gadis-gadis keluar dengan pakaian bulu dan dicat dengan pigmen uito.
Gadis-gadis itu diperkenalkan untuk pertama kalinya sambil mengenakan ikat kepala bulu mereka yang rumit. Salah satu gadis yang disambut itu menari sedangkan yang lainnya menonton.
Selama bagian penting lain dari upacara, anggota suku berpakaian seperti setan dan menari di sekitar gadis-gadis. Ia menawarkan godaan dan gadis yang sudah menjadi wanita itu harus menghadapinya. Mereka memakai topeng, membawa instrumen dan penis kayu berukir yang melambangkan godaan yang mungkin dihadapi kelak.
Setelah upacara, setiap wanita muda itu dikatakan siap untuk memulai kehidupan dewasanya. Pekerjaan panjang sang nenek sebagai guru, mempersiapkannya untuk semua aspek masa depannya, mulai dari pekerjaan, pernikahan, kehamilan, dan memiliki keluarga.