Indonesia Menghadapi Ancaman Kepunahan Burung Tertinggi di Dunia

By Utomo Priyambodo, Selasa, 3 Mei 2022 | 13:01 WIB
Status burung di Indonesia 2022. Salah satu spesies burung di Indonesia yang masuk dalam kategori Kritis menurut IUCN adalah kakatua sumba (Cacatua citrinocristata). (Burung Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Indonesia sedang menghadapi ancaman kepunahan burung tertinggi di dunia, yakni sebanyak 12 persen dari keseluruhan burung terancam punah di dunia. Biodiversity Officer Burung Indonesia Achmad Ridha Junaid mengatakan, menurut data yang telah dihimpun pada 2022 terdapat 177 spesies burung di Indonesia masuk ke dalam kategori terancam punah.

Jumlah ini terdiri atas 96 spesies dalam kategori Rentan (Vulnerable/VU), 51 spesies dalam kategori Genting (Endangered/EN), dan 30 spesies dalam kategori Kritis (Criticaly Endangered/CR). Salah satu spesies yang masuk dalam kategori Kritis adalah kakatua sumba (Cacatua citrinocristata) yang merupakan hasil pemecahan dari kakatua-kecil jambul-kuning.

Penggabungan dan juga pemisahan spesies burung ini turut membuat perubahan atas juumlah dan keragamanan spesies burung di Indonesia. Perubahan ini juga akan terus berlangsung dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya penelitian dan ilmu pengetahuan.

"Setiap tahunnya BirdLife International dan International Union for Conservation of Nature (IUCN) melakukan kajian ulang status keterancaman sejumlah spesies menanggapi perubahan tingkat ancaman, perubahan populasi, revisi taksonomi, maupun adanya data-data terbaru terkait spesies yang dikaji," kata Achmad Ridha pada akhir April lalu, seperti diikutip dari siaran tertulis Burung Indionesia.

Maleo senkawor (Macrocephalon maleo), puyuh sengayan (Rollulus rouloul), pergam hijau (Ducula aenea) merupakan tiga spesies yang mengalami peningkatan status keterancaman. Maleo senkawor mengerami telurnya dengan cara menimbun di dalam tanah. Namun, terdapat sekitar dua pertiga tempat peneluran maleo senkawor yang diketahui sudah tidak dikunjungi lagi oleh individu dewasa dan terjadi penurunan jumlah burung yang mengunjungi situs-situs peneluran yang masih aktif dalam tiga generasi terakhir. Hal tersebut mengindikasikan adanya penurunan populasi spesies ini.

"Hutan dataran rendah yang terus berkurang di dalam area persebarannya, membuat maleo senkawor semakin terancam terhadap kepunahan, kini statusnya Kritis," tegas Ridha.

Selain itu, populasi puyuh sengayan juga diperkirakan telah menurun 30 persen dalam tiga generasi terakhir yang diakibatkan hilangnya habitat dan aktivitas perburuan liar. Saat ini puyuh sengayan juga termasuk salah satu spesies terancam punah secara global dalam kategori Rentan. Adapun status pergam hijau juga semakin mengkhawatirkan karena penurunan populasi yang disebabkan hilangnya tutupan hutan sehingga masuk dalam kategori Mendekati Terancam (Near Threatened/NT).

Sementara itu, cerek jawa (Charadrius javanicus) yang sebelumnya dianggap memiliki sebaran yang terbatas, kini mengalami penurunan status keterancaman. Sebelumnya, burung tersebut dianggap hanya menghuni pesisir Pulau Jawa dan Pulau Kangean. Namun dengan penambahan bukti dan laporan dari lapangan, spesies ini ternyata terkonfirmasi menghuni habitat pesisir selatan Sumatra (Lampung), Sulawesi, Meno, Semau, dan Flores.

"Dengan demikian spesies tersebut tidak mendekati ambang batas kategori Rentan. Kini cerek jawa dimasukkan ke dalam kategori Risiko Rendah," paparRidha.

Burung kakatua sumbar. (Citron Cockatoo/Flickr)

Menurut Ridha, sejak awal 2021 hingga awal 2022, ditemukan penambahan spesies burung di Indonesia, yakni sebanyak delapan spesies. Tiga di antaranya berasal dari deskripsi spesies baru, dua berasal dari catatan perjumpaan baru, dan tiga spesies lainnya merupakan penambahan yang disebabkan adanya revisi pada klasifikasi atau taksonomi burung.

Tiga spesies baru yang baru dideskripsikan antara lain sikatan kadayang (Cyornis kadayangensis), kacamata meratus (Zosterops meratusensis), dan burungbuah satin (Melanocharis citreola). Sikatan kadayang dan kacamata meratus merupakan dua spesies burung yang tersebar sangat terbatas di Pulau Kalimantan. Keduanya diperkirakan hanya hadir di Pegunungan Meratus di atas ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut yang saat ini dikelilingi hutan tanaman sekunder atau bentang alam perkebunan pada elevasi yang lebih rendah.