Nationalgeographic.co.id—Pada abad ke-19, para arkeolog yang ditugaskan untuk menggali Pompeii dan Herculaneum menemukan sesuatu yang menggelitik. “Ke mana pun mereka berpaling, mereka menemukan karya seni erotis,” tutur Meilan Solly dilansir dari laman Smithsonian Magazine. Karya-karya tersebut beragam, mulai dari lukisan dinding pasangan yang sedang bersanggama hingga patung dewa dalam kondisi telanjang.
Saat ditemukan, seks dianggap cabul atau memalukan sehingga tidak dipamerkan untuk umum. Alih-alih menempatkan artefak pada ruang pameran, staf Museo Archeologico Nazionale di Napoli menyimpannya di ruang rahasia yang tertutup untuk semua. Hanya cendekiawan dan, menurut Atlas Obscura, pengunjung pria bersedia menyuap untuk masuk. Antara tahun 1849 dan 2000, karya-karya tersebut sebagian besar tetap tersembunyi dari publik.
Namun kini karya seni itu tidak lagi disembunyikan. Sebuah pameran baru diadakan di Archaeological Park of Pompeii bertajuk ‘Art and Sensuality in the Houses of Pompeii’. Pameran ini menunjukkan citra erotis di dunia Romawi kuno dengan menampilkan gambar sensual yang digali di kota kuno itu.
Daya tarik pertunjukan adalah lukisan dinding mitologi ‘Leda and the Swan’ yang diitemukan pada tahun 2018. Lukisan itu menggambarkan momen ketika dewa Zeus, yang menyamar sebagai angsa, memperkosa atau merayu Leda, ratu Sparta. Kemudian, menurut legenda, Leda meletakkan dua telur yang menetas menjadi anak-anak: Pollux dan Helen. Kedua anak yang memicu Perang Troya.
Dilukis di dinding kamar tidur Pompeii, karya seni itu menunjukkan Leda yang telanjang tersenyum saat angsa menempel di dadanya.
“Adegan mengirimkan pesan sensualitas,” Massimo Osanna, mantan direktur Archaeological Park Pompeii.
Leda and the Swan adalah salah satu dari 70 karya seni yang ditampilkan. Pameran ini dilengkapi dengan aplikasi dan panduan yang mengontekstualisasikan pertunjukan untuk anak-anak.
Karya seni sensual muncul di rumah pribadi dan ruang publik seperti kedai minuman, pemandian, dan rumah bordil.
“Erotisisme ada di mana-mana, berkat pengaruh orang-orang Yunani, yang seninya banyak menampilkan ketelanjangan,” direktur taman saat ini, ujar Gabriel Zuchtriegel, Direktur Archaeological Park Pompeii.
Apa yang disampaikan melalui karya seni sensual ini? Berbicara dengan Jez Fielder dari Euronews, kurator pameran Maria Luisa Catoni mengatakan bahwa penggambaran Pompeii tentang seks dan ketelanjangan menyampaikan nilai-nilai yang diangkat secara budaya. Ini menjadi bagian dari budaya tinggi yang dicontohkan oleh pendahulu Romawi, orang Yunani kuno.
Pada saat politeisme, bukan Kekristenan, adalah norma, kesenangan seksual—yang dianut dengan bangga oleh dewa-dewa yang disembah orang Romawi—merupakan alasan untuk dirayakan.
“Orang Yunani tidak merasa bahwa ketelanjangan pada dasarnya memalukan,” tulis Geoffrey R. Stone, penulis Sex and the Constitution. “Sebaliknya, lingga adalah simbol kesuburan yang kuat. Ini merupakan sebuah tema sentral dalam agama Yunani.”