Saat berkunjung ke pameran ini, Anda seakan berada di rumah pada masa Romawi. Pengunjung masuk melalui atrium, halaman dan area resepsionis. Di sana ditampilkan lukisan Narcissus, pemuda yang jatuh cinta pada bayangannya sendiri, dan patung Priapus.
Cubicula atau kamar tidur mengelilingi atrium, menampilkan adegan intim pasangan yang berhubungan seks.
Di triclinium atau ruang makan, gambar remaja muncul, mengacu pada tradisi pederasty Yunani, di mana pria yang lebih tua memiliki hubungan romantis atau seksual dengan remaja laki-laki. Meskipun diterima di zaman kuno, praktik ini jelas bertentangan dengan adat istiadat modern. Stone mengungkapkan, "Kecantikan ideal dalam budaya Yunani kuno diwujudkan paling sempurna di masa muda pria."
Area terakhir rumah, halaman terbuka ‘peristylium’ menampilkan lukisan hubungan interseks manusia dan makhluk hibrida seperti centaur. Lukisan ini melambangkan batas kabur antara jenis kelamin atau manusia dan hewan.
Baca Juga: Melihat Kediaman Kaisar Hadrian yang Luasnya Melebihi Kota Pompeii
Baca Juga: Lupanare: Rahasia Prostitusi dan Rumah Bordil di Pompeii Kuno
Baca Juga: Kereta Upacara Romawi Ditemukan di Pompeii, Terkubur 2.000 Tahun
Baca Juga: Penampakan Jasad Pria Kaya dan Seorang Budak di Kota Kuno Pompeii
“Para ahli cenderung menafsirkan setiap kamar yang didekorasi dengan adegan erotis sebagai semacam rumah bordil,” kata Zuchtriegel. “Tapi ada juga ruang untuk seks di dalam rumah.”
Ketika letusan Gunung Vesuvius mengakhiri masa kejayaan Pompeii secara tiba-tiba, Kekristenan mulai menguasai seluruh Kekaisaran Romawi. Dengan kebangkitan agama datang perubahan dalam cara orang memandang seks.
Seperti yang ditulis Elaine Velie untuk Hyperallergic, konsepsi Kristen tentang seks sebagai cabul atau memalukan mendorong para arkeolog abad ke-19 menyembunyikan artefak erotis yang ditemukan dari publik.
“Ini adalah waktu lain dan masyarakat yang berbeda. Tidak aneh untuk menunjukkan lingga,” kata Osanna. Orang-orang Pompeii banyak menggunakan citra ini.
Bagi masyarakat Pompeii, seks bukanlah yang hanya dikonsumsi di ruang publik. Seks adalah sesuatu yang harus dirayakan, alih-alih sebagai hal yang memalukan. Maka tidak heran jika karya seni sensual ditemukan hampir di banyak tempat umum pada masa itu.