Hasil Pemindaian CAT dan Tes DNA Ungkap Tutankhamun Mengidap Malaria

By Sysilia Tanhati, Jumat, 6 Mei 2022 | 10:00 WIB
Perkawinan inses menjadi penyebab mengapa Tutankhamun mengalami banyak masalah fisik dan kesehatan. (Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Analisis DNA memetakan hubungan kekerabatan dan masalah fisik yang dialami oleh firaun muda Tutankhamun selama hidupnya yang singkat.

Sekitar 1325 SM, Tutankhamun yang meninggal dibalsem sebelum ia dimakamkan. “Mereka mengambil organ vital, termasuk otaknya, dan membenamkan tubuh dengan lapisan resin ekstra tebal,” ungkap Thea Baldrick dilansir dari laman The Collector.

Lebih dari tiga milenium kemudian, teknologi abad ke-21 mengamati jenazahnya untuk menemukan jawaban atas penyebab kematiannya. Ini dilakukan melalui pemindaian CAT dan pengambilan DNA.

Identifikasi mumi dari Dinasti Kedelapan Belas

Pada tahun 2005, ada sebelas mumi yang diketahui berasal dari Dinasti Kedelapan Belas. Hanya tiga yang diidentifikasi dengan jelas: Tutankhamun dan kakek dan buyutnya yang bukan bangsawan, Yuya dan Thuya.

DNA dikeluarkan dengan hati-hati dari sisa-sisa mumi itu, sehingga pohon keluarga dapat disatukan kembali setelah tiga ribu tahun.

Kebencian bangsa Mesir pada Akhenaten, ayah Tutankhamun, mungkin menjadi penyebab mengapa mumi dinasti itu tidak jelas. Karena mengganti agama, Akhenaten dan penerusnya ‘dihapus’ dari sejarah.

“Ini dapat menjelaskan fakta mengapa makam Tutankhamun tersembunyi dan relatif tidak terganggu begitu lama,” tutur Baldrick.

Identifikasi DNA berhasil. Mumi Akhenaten, Amenhotep II, Amenhotep II dan Thutmose IV, yang merupakan ayah, kakek, dan leluhur Tutankhamun berhasil diidentifikasikan.

Hasil dari perkawinan inses menyebabkan beragam masalah fisik

Karena Tutankhamun adalah produk dari pola inses, mungkin tidak mengherankan bahwa dinasti ini berakhir di Tutankhamun. Keturunan inses relatif umum di Mesir namun ini juga menjadi penyebab beberapa masalah fisik yang dialami oleh para firaun.

Dari hasil pemindaian CAT, Tutankhamun memiliki banyak masalah dengan kakinya. Dia memiliki kaki pincang yang membengkok ke dalam, seperti kakek dan ibunya. Kemungkinan yang lebih menyakitkan adalah nekrosis tulang pada dua jari kakinya. Karena pemotongan suplai darah, jaringan tulang kekurangan oksigen dan terdegradasi.

Awalnya, dianggap sebagai kemungkinan gejala Penyakit Kohler II atau Sindrom Freiberg-Kohler, penyakit tulang yang langka. Namun penelitian lanjutan memaparkan bahwa ini mungkin terkait dengan malaria.

Malaria

DNA menggali lebih banyak dari hubungan kekerabatan keluarga Tutankhamun. Firaun muda itu diperkirakan menderita malaria, beberapa jenis dari spesies yang paling mematikan. Plasmodium falciparum adalah parasit yang tersimpan di dalam aliran darah, dibawa oleh nyamuk Anopheles. Sesampai di sana, parasit kecil, sporozoit langsung menuju hati. Di sana, sporozoit masuk ke dalam sel hati dan berkembang biak sebanyak empat puluh ribu mesozoit.

Semuanya keluar dari sel hati dan masuk ke aliran darah untuk menemukan sel darah tempat bersembunyi dan berkembang biak.

Analisis DNA Tutankhamun mengambil fragmen gen dari mesozoit. Malaria menyebabkan demam, kelelahan, anemia dan dapat muncul kembali secara siklis.

Anak-anak, khususnya, dapat meninggal karena infeksi malaria. Komunitas dengan sejarah panjang hidup bersama parasit dapat membangun tingkat kekebalan. “Ini mungkin sebagian karena mutasi sel sabit,” Baldrick memberikan penjelasan.  

Analisis DNA menunjukkan bahwa kakek dan nenek buyut Tutankhamun, Thuya dan Yuya juga membawa jenis malaria yang sama. Keduanya hidup lebih dari lima puluh tahun, usia yang relatif lanjut untuk masa itu.

Anemia sel sabit adalah penyakit bawaan yang dapat menyebabkan sejumlah kekebalan dari malaria ketika hanya satu orang tua yang mewariskan gen tersebut.

Seseorang dengan anemia sel sabit dapat membawa beban parasit Plasmodium falciparum yang berat. Masalah terbesar muncul ketika kedua orang tua mewariskan gen sel sabit dan sel darah merah sangat terdistorsi, saling menempel, menyumbat kapiler. Ini sering menyebabkan anemia parah dan nekrosis jaringan tulang; persis apa yang ditunjukkan oleh pemindaian CAT di kaki Tutankhamun.

Analisis DNA Tutankhamun masih jauh dari sempurna. Teknologi yang lebih modern mungkin menemukan jawaban yang tidak dapat dikonfirmasi oleh studi awal: anemia sel sabit, bakteremia, dan penyakit menular.

  

Baca Juga: Misteri Topeng Kematian Raja Tutankhamun, Benarkah Membawa Kutukan?

 Baca Juga: Belati Tutankhamun Berbahan Logam Meteorit dan Ditempa di Luar Mesir

 Baca Juga: Tragedi Kematian Bayi Kembar Tutankhamun, Awal Kejatuhan sang Firaun

 Baca Juga: Misteri Raja Tutankhamun, Teka-teki Kematian dan Kisah Hidup yang Terhapus

  

Para peneliti mencari, tetapi tidak menemukan, penanda genetik pes, lepra, tuberkulosis, dan leishmaniasis. Namun, penyakit yang ditularkan melalui darah paling sering ditemukan dengan menganalisis pulpa gigi. Penulis studi asli menyebutkan ekstraksi DNA dari tulang tetapi tidak pasti apakah gigi termasuk dalam definisi tersebut.

Potret Firaun Tutankhamun sebagai Pemuda

Saat bukti-bukti terkumpul, gambaran Tutankhamun menjadi sedikit lebih fokus. Akhenaten meninggal pada 1334 SM. Tutankhamun pasti berusia sekitar enam atau tujuh tahun. Tutankhamun, pada usia sembilan tahun, menjadi firaun.

Beberapa penggambaran keluarga kerajaan di Amarna, Nefertiti dan enam putrinya, dilukis di batu bangunan selama masa hidup Akhenaten. Namun representasi Tutankhamun dengan keluarganya tidak ditemukan.

Akhenaten mungkin dicintai bangsanya namun ia mencoba membuktikan bahwa ia dan ratunya merupakan saluran yang diberkati Tuhan.  

Mungkin Tutankhamun, dengan segala keterbatasan fisiknya, ‘dihilangkan’ dari lukisan dinding karena suatu alasan.

Jika disembunyikan, firaun berumur pendek, yang dikuburkan dengan mumi kecil dari usahanya untuk melanjutkan dinasti, tampak sangat menyedihkan.