Tatalu (musik pembuka) mengawali pertunjukan sebagai tanda dimulainya tarian. Para ronggeng dan buruh menari bersama. Ronggeng menari dengan menonjolkan goyangan pinggul. Setelah menari, ronggeng akan menerima uang sawer.
"Ongkos yang harus dikeluarkan buruh untuk menikmati hiburan tersebut tidaklah kecil," sambung Imadudin.
Mereka bisa saja menghabiskan seluruh uang hasil jerih payahnya bekerja untuk kesenangan sesaat. Hal itu juga membawa mereka kepada kondisi yang sulit secara finansial.
Bagi tuan kebun, hiburan tersebut merupakan strategi 'menghibur sambil mengikat', mengambil hati para buruh dan rakyat Subang sekaligus sebagai siasat menjinakkan mereka.
Baca Juga: Onderneming Banyuasin Mendorong Lahirnya Modernitas di Masyarakat
Baca Juga: Perkecuan di Klaten Akibat Krisis Petani Perkebunan Belanda Sejak 1875
Baca Juga: Koran Kuno tentang Peran Tuan Tanah Cina dalam Pendidikan di Tangerang
Pegawai perkebunan harus 'diikat', takut-takut mereka melarikan diri dan meninggalkan perkebunan, menanggalkan pekerjaannya, sehingga hiburan itu menjadi salah satu siasatnya.
Siasatnya, menir perkebunan berusaha menghisap kembali pendapatan buruh melalui tangan ketiga. Pihak perkebunan sengaja membuka jalan bagi orang Cina untuk masuk dalam situasi keuangan yang sulit, uang yang dihabiskan untuk sawer.
"Orang Cina memanfaatkan situasi dengan memberi pinjaman kepada para buruh yang kehabisan uang akibat berjudi. orang-orang Cina dengan senang hati memberi pinjaman dengan syarat harus dibayar minggu berikutnya," terusnya lagi.
Dengan tuntutan untuk membayar hutang kepada orang-orang Cina yang menawarkan piutang, tentu rakyat Subang tak akan lari dari pekerjaannya,
Tradisi mendatangkan ronggeng rupanya sudah menjadi gejala umum di lingkungan perkebunan untuk menciptakan stabilitas sekaligus mengail hati rakyat Subang.